Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Perempuan

Diperbarui: 5 Oktober 2019   18:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku berusaha menahan air mata yang hendak menetes. Sekuat mungkin aku bertahan di sini, di tempat di mana semestinya aku bahagia bersama suamiku. Kutarik selimut, aku tidak mau bertemu dengan siapa-siapa, sekalipun itu suamiku.

Satria menarik ujung selimut, berusaha untuk menghiburku. Berusaha untuk membuatku berdiri tegak dan tegar menghadapi apa yang ada di depannya. Tetapi aku bersikeras untuk tidak menemui siapa-siapa hari ini. Aku malu dengan diriku sendiri.

Semua berawal ketika satu jam yang lalu, suamiku, Satria, baru datang dari kantor. Segera aku membuka dasi yang melilit lehernya, melepas sepatunya yang masih mengkilat, dan ia kubawa ke meja makan. Aku sudah menyiapkan beberapa santapan makan sore.

"Masakan istriku memang selalu enak. Nggak salah aku milih istri." Tandas Satria, dengan mulut mengunyah makanan yang kubuat.

"Bisa aja kamu," aku hanya terkekeh pelan.

Lalu percakapan mengalir begitu saja. Aku tertawa dan tersenyum ketika obrolanku dibalas dengan manis oleh Satria. Aku beruntung mempunyai suami sepertinya. Tidak menuntut apa-apa, dia menyayangiku apa adanya.

Namun suatu hal terjadi yang membuatku merasa kecil, merasa tidak pantas menjadi seorang perempuan. Ibu mertuaku, tiba-tiba datang dengan wajah tidak menyenangkan. Ia berbicara lantang kepadaku, di depan suamiku. Ia mengatakan kalau aku bukan perempuan sempurna jika masih belum memiliki anak.

Aku terkejut. Memang mertuaku dari awal tidak suka dengan kehadiranku. Tetapi ini kali pertama beliau berbicara seperti ini kepadaku. Tanpa sadar aku terlukai tanpa digores.

Aku sedih, marah, dan kecewa. Tetapi tidak ada yang bisa kulakukan selain berdiam diri di kamar. Menangis sekeras-kerasnya, dan sampai sekarang aku masih belum mau menemui Satria. Tetapi Satria tetap menghiburku supaya aku mau berbicara dengannya.

Sudah lebih dari 4 tahun aku berumah tangga dengan Satria tapi sampai sekarang masih belum diberi momongan. Aku terlalu takut, takut jika Satria meninggalkanku. 

Tetapi yang kutakuti tidak terjadi, Satria tetap setia. Selama ini Satria selalu mendukungku. Hanya saja, ibu dari Satria berbeda. Yang ada dipikirannya hanyalah cucu. Ia sangat mengharapkan cucu yang lahir dari rahimku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline