Pada zaman sekarang ini kita tidak jarang menemukan kasus seorang perempuan yang seharusnya mengurus rumah tangga, namun harus bekerja mencari nafkah yang digunakan untuk keberlangsungan hidup keluarganya. Hal seperti ini banyak disebabkan oleh permasalahan ekonomi.
Kebutuhan rumah tangga yang banyak membuat para perempuan memberanikan diri untuk mengambil keputusan dan menjalankan peran sebagai suami dan istri.
Pemasukan terganggu sementara kebutuhan harus tetap terpenuhi, tentu menjadikan permasalahan yang serius dalam rumah tangga. Ketika berkeluarga apalagi sudah memiliki anak, maka kebutuhan dan tanggungan pun akan semakin besar. Salah satu solusi dalam hal ini adalah membiarkan seorang istri untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sehingga tidak jarang jika kita melihat keluarga yang istrinya bekerja mencari nafkah dan malah sang suami yang mengurus kebutuhan rumah tangga. Hal ini menyebabkan peran dari suami dan istri menjadi terbalik. Sehingga menyebabkan secara hukum dan agama hak dan kewajiban tidak terpenuhi. Hal tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dan perdebatan.
Jika dilihat dari perspektif yang lurus dan benar maka, nafkah merupakan kewajiban bagi suami kepada istri, artinya banyak Istri berhak memperoleh nafkah.
Selanjutnya istri mempunyai kewajiban melayani suami untuk kelangsungan hidup berumah tangga. Istri harus bersedia patuh kepada suami, apapun keputusan suami asalkan tidak melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma hukum harus ditaati. Jika dilhat dari sudut pandang agama islam, kewajiban dan hak istri sudah disebutkan melalui ayat al Quran tepatnya pada surah al Baqarah ayat 233:
Artinya: "Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
Dari ayat di atas sudah jelas diterangkan bahwa yang memiliki kewajiban mencari nafkah adalah seorang suami dan kewajiban seorang istri mengurus anaknya.
kemudian jika dilihat dari segi hukum, kewajiban sumai juga sudah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 80 ayat (2) tentang kewajiban Suami yang berbunyi : Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai kemampuannya.Kewajiban suami tersebut juga diatur di dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada Pasal 34 ayat (1) yaitu : Suami wajib melindungi istrinya Dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup sesuai dengan Kemampuannya.
Sedangkan faktanya dalam masyarakat masih ada keluarga yang membebankan nafkah kepada istrinya. Meskipun telah banyak penjelasan tentang hak dan Kewajiban antara suami istri, namun banyak diantara hak dan kewajiban tersebut yang tidak sesuai prakteknya. Tidak sedikit para suami yang melalaikan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Para suami yang seharusnya menjalankan tugasnya dalam memberikan segala keperluan untuk rumah tangganya, kini malah menjadi pengurus anak dan rumah. Walaupun memang hal ini tidak 100% kita salahkan, karena pasti ada factor factor yang urgent demi keberlangsungan hidup kelurga dan pasti juga sudah ada kesepakatan antara kedua pasangan suami istri tersebut. Namun lain halnya jika tidak ada persetujuan antara suami dan istri, atau hanya persetujuan dari suami saja. Biasanya hal seperti ini terjadi pada suami yang malas mencari kerja, karena suami merasa bahwa kebutuhan keluarga telah tercukupi dengan hasil Kerja istrinya. Dari kasus seperti inilah yang memunculkan pertentangan terhadap istri yang bekerja.