Lihat ke Halaman Asli

Peran Generasi Muda dalam Menyaring Informasi dan Mencegah Hoaks Jelang Pemilu 2024

Diperbarui: 7 Februari 2024   14:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilihan Umum yang disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada tanggal 14 Februari 2024 Indonesia akan menyelenggarakan pemilu kembali setelah 5 tahun, masyarakat akan menggunakan hak pilihnya dalam lima pemilihan sekaligus dalam Pemilu serentak.

Salah satu yang paling penting dari setiap penyelenggaraan Pemilu adalah keberadaan surat suara. Karena dilakukan serentak, maka terdapat lima surat suara untuk capres-cawapres hingga caleg pada Pemilu 2024. Surat suara untuk Presiden dan wakil Presiden ditandai dengan warna abu-abu, Surat Suara untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ditandai dengan berwarna kuning, Surat suara untuk memilih anggota DPD ditandai dengan berwarna merah, Surat suara untuk memilih DPRD Provinsi ditandai dengan warna biru, dan Surat suara untuk DPRD kabupaten atau kota ditandai dengan warna hijau.

Sejumlah survei menunjukkan generasi milenial dan generasi Z diprediksi menjadi kelompok pemilih dengan proporsi terbesar di Pemilu 2024. Pemilih muda atau pemilih milenial merupakan pemilih dengan rentang usianya antara 17-37 tahun. Pada Pemilu Serentak 2024 diprediksi jumlah pemilih muda akan mengalami peningkatan. Jika berkaca pada Pemilu Serentak 2019, data dari situs web KPU RI jumlah pemilih muda sudah mencapai 70-80 juta jiwa dari 193 juta pemilih. Ini artinya 35% sampai 40% pemilih muda sudah mempunyai kekuatan dan memiliki pengaruh besar terhadap partisipasi pemilu nanti.

Pemilih pemula mudah dipengaruhi kepentingan-kepentingan tertentu, terutama oleh orang terdekat seperti anggota keluarga, mulai dari orang tua hingga kerabat dan teman. Selain itu, media massa juga lkut berpengaruh terhadap pilihan pemilih pemula. Hal ini dapat berupa berita di televisi, spanduk, brosur, poster, dan lain-lain. Pemilih pemula khususnya remaja (berusia 17 tahun) mempunyai nilai kebudayaan yang santai, bebas, dan cenderung pada hal-hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang kurang menyenangkan akan dihindari.

Berita bohong atau hoaks banyak mewarnai dalam setiap pemilu, baik pesta demokrasi level pemilihan kepala daerah (Pilkada) maupun pemilihan presiden (Pilpres), Pemilih muda merupakan pemegang suara terbanyak dalam setiap perhelatan pemilu, Selain memiliki potensi suara, pemilih muda juga rentan menjadi sasaran hoaks politik.

Hoaks merupakan informasi, kabar, berita yang palsu atau bohong. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hoax diartikan sebagai berita yang bohong. Hoax yaitu informasi yang dibuat-buat atau direkayasa untuk menutupi informasi yang sebenarnya. Dengan kata lain, hoax diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang seolah-olah meyakinkan akan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya.

Milenial dan Gen-Z semestinya menjadi target utama pencegahan atau sosialisasi antihoaks karena mereka dekat dengan media sosial. Dengan begitu,  masyarakat dari berbagai latar belakang bisa turut berperan mencegah hoaks dan menciptakan pesta demokrasi yang berkualitas. Menuru riset United Nations Development Programme : Gen Z lebih buruk dalam memproses disinformasi dibanding milenial (30-40 tahun) terkait hoaks umum dan pemilu.

Media sosial youtube menjadi tempat hoaks politik paling banyak tersebar, menurut penjelasan Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho isu hoaks politik banyak ditemukan di platform Youtube sejumlah 44,6 persen. Kemudian diikuti oleh platform Facebook 34.4 persen, Tiktok 9,3 persen, Twitter atau X 8 persen, Whatsapp 1,5 persen, dan Instagram 1,4 persen.

Septiaji mengungkapkan hoaks video juga lebih sulit diidentifikasi dibanding jenis-jenis hoaks lain. "Sedangkan upaya periksa fakta konten video membutuhkan proses yang lebih lama ketimbang foto atau teks," kata Septiaji melalui keterangan tertulis pada Jumat, 2 Februari 2024. 

Septiaji mengatakan identifikasi hoaks juga semakin rumit dengan adanya teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI). Dalam Pemilu 2024, kata dia, sudah muncul beberapa video hasil rekayasa AI seperti deepfake pidato Presiden Joko Widodo alias Jokowi dengan bahasa mandarin. Selain itu, ada juga rekaman palsu suara

Bukan pemilu rasanya jika tidak ada hoax. Jelang Pemilu 2024 ini, berbagai pihak harus bersama-sama memeranginya, terlebih para generasi muda sebagai penerus bangsa. Pemilu pemula ini harus cerdas dalam menyaring informasi yang sangat menentukan pilihannya pada pemilihan nanti.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline