"Cogito Ergo Sum, Aku berpikir maka aku ada", ungkapan fenomenal dari Rene Descartes. Manusia merupakan makhluk yang istimewa diciptakan memiliki akal pikiran. Maka setiap pilihan dan keputusan yang diambil seharusnya berdasarkan dari kemampuan berpikir kritis nya. Dalam kehidupan manusia modern, akan menjadi sebuah tragedi ketika manusia kehilangan kemampuan berpikir kritis untuk memilih dan mengambil keputusan oleh karena masih dikuasai realitas ekternal seperti pengaruh dari kekuatan mitos-mitos/takhayul, kampanye ideologis dsb. Manusia yang seperti ini tidak memiliki otoritas atas dirinya sehingga sangat mudah digiring dan disetting sesuai selera kaum "elit". Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Erich Fromm bahwa "Dengan pemikirannya, Manusia akan bertindak bebas. Jika tidak berpikir maka dia akan selalu mengikuti dan mengiyakan diri dengan penguasa terhadap hal-hal yang tidak disetujuinya. Semakin bertindak demikian semakin ia tidak berdaya dan semakin ditekan untuk menurut". Lebih lanjut Paulo Freire dalam bukunya menyatakan "Manusia yang utuh adalah manusia sebagai subjek dan bukan sebagai objek", manusia harus punya kontrol dan pertahanan diri berdasarkan pemikirannya terhadap realitas eksternal. Manusia yang tunduk pada realitas eksternal ialah manusia yang rapuh dan tergejala dehuminasasi. Dengan pemikiran kritisnya, setiap orang adalah Agen Of Change, yaitu aktor pembawa perubahan bagi dirinya, bagi masyarakatnya dan bagi lingkungannya. Dalam menyikapi momen politik pemilihan Pilkada saat ini, sudah seharusnya kita mendasarkan pada keistimewaan kita yaitu kemampuan berpikir kritis dalam memilih dan memutuskan pilihan pemimpin daerah yang ideal. Pengalaman di kepemimpinan sebelum-sebelumnya dijadikan pelajaran untuk tidak terjerumus pada lubang yang sama !!
#Pilkada2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H