Lihat ke Halaman Asli

Fareh Hariyanto

Mahasiswa Klasik

Hukuman Mati, Solusi atau Ironi?

Diperbarui: 13 Februari 2020   01:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: sweetwaternow.com

Beberapa bulan terakhir publik Banyuwangi disajikan ihwal informasi berkait tindak pidana yang berakibat korban meninggal dunia. Mulai dari kasus pencurian dengan kekerasan di Desa Kedungrejo, Kecamatan Muncar yang berakibat NGR (23) meninggal dunia.

Kemudian kasus pembunuhan NH (42), warga Jalan Citarum, Kelurahan Panderejo, Banyuwangi yang ditemukan meninggal dunia di kamar rumah milik Warga Negara Belanda berinisial HT (56) di Kelurahan Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi juga tak luput jadi atensi.

Terbaru, Warga Banyuwangi digegerkan penemuan jenazah R (17) warga Lingkungan Papring Kalipuro dalam kondisi hangus terbakar. Korban tersebut ditemukan di kebun Dusun Kedawung, Desa Pondoknongko, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, Sabtu, 25 Januari 2020.

Ketiga kasus tersebut nampak memiliki narasi yang sama bagi keluarga korban dengan menuntut agar pelaku pembunuhan dihukum mati. Pun begitu, realitas dilapangan tidak selalu ideal dengan tuntutan keluarga karena pertimbangan hukum dari proses persidangan yang berlangsung.

Pembaca tentu masih ingat hasil putusan Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi terhadap AC (34) pelaku pencurian dengan kekerasan yang berakibat NGR (23) warga Muncar Banyuwangi meninggal. Gelaran sidang yang dimulai Kamis, 5 Desember 2019 hingga 21 Januari 2020 selalu mendapat kawalan petugas lantaran ruang sidang selalu dipadati keluarga, kerabat serta rekan korban.

Mengutip Radar Banyuwangi Edisi Rabu 22 Januari 2020 menyajikan ihwal tuntutan hakim dari PN Banyuwangi. Sidang yang digelar di Ruang Garuda itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Luluk Winarko menghasilkan putusan 15 tahun penjara bagi pelaku AC (34).

Pelaku dijerat Pasal 365 ayat 1 dan 3 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian dengan kekerasan. Hal itu setelah Jaksa Penutut Umum (JPU)I Ketut Gde Dame Negara menyatakan secara sah bersalah melakukan pencurian disertai dengan kekerasan.

Perspektif Lain

Sementara itu perkambangan kasus pembunuhan yang melibatkan WNA Belanda hingga kini terus dilakukan upaya melengkapi pemberkasan untuk nantinya segera dilimpahkan ke kejaksaan. Bahkan pihak kepolisian sudah mengupayakan adanya pendampingan dengan mengirim surat kepada Konsulat Jenderal (Konjen) Belanda terkait kasus pembunuhan yang melibatkan HT (56).

Sebab HT meminta adanya pengacara penunjukan dari Konjen Belanda untuk mendampingi pemeriksaan penyidikan atas kasusnya tersebut. Petelah adanya pendampingan hukum, pihak kepolisian menggelar rekonstruksi adegan pada Rabu 8 Januari 2020. Ada 15 adegan yang diperagakan dalam gelar rekonstruksi tersebut.

Kapolresta Banyuwangi Kombespol Arman Asmara Syarifuddin mengatakan reka ulang merupakan bagian teknis untuk memperjelas kronologi kasus pidana. Berdasarkan hasil rekonstruksi yang dilakukan semuanya sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sebelumnya dilakukan oleh petugas. (Radar Banyuwangi, Kamis 09 Januari 2020).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline