Lihat ke Halaman Asli

Kritik Tentang PERPU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Hak Kerja

Diperbarui: 6 April 2023   07:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada tanggal 15 Maret 2022, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Hak Kerja. Perpu ini merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR pada Oktober 2020. Perpu ini bertujuan untuk memperbaiki beberapa ketentuan yang dianggap bermasalah dalam UU Cipta Kerja, terutama yang berkaitan dengan perlindungan pekerja, lingkungan hidup, dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Namun, Perpu ini juga menuai kritik dari berbagai pihak, baik dari kalangan akademisi, aktivis, buruh, maupun pengusaha. Beberapa kritik yang muncul antara lain adalah:

- Perpu ini tidak sesuai dengan prinsip negara hukum dan demokrasi, karena mengabaikan proses legislasi yang melibatkan partisipasi publik dan pengawasan DPR. Perpu ini juga dianggap melanggar konstitusi, karena tidak memenuhi syarat-syarat penggunaan perpu yang diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, yaitu adanya keadaan yang mendesak dan mengancam kepentingan negara dan bangsa.

- Perpu ini tidak memberikan solusi yang efektif dan komprehensif untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dalam UU Cipta Kerja. Sebaliknya, Perpu ini justru menimbulkan masalah baru atau memperparah masalah lama. Misalnya, Perpu ini masih mengandung ketidakjelasan dan ketidakkonsistenan dalam pengaturan hak-hak pekerja, seperti upah minimum, pesangon, jam kerja, cuti, dan perlindungan sosial. Perpu ini juga masih mengancam kelestarian lingkungan hidup, karena melemahkan mekanisme perizinan dan pengawasan lingkungan. Perpu ini juga tidak memberikan dukungan yang cukup bagi UMKM, karena tidak memberikan kemudahan permodalan, perpajakan, dan bantuan teknis.

- Perpu ini tidak sesuai dengan kondisi sosial ekonomi yang sedang dihadapi oleh Indonesia akibat pandemi Covid-19. Perpu ini dianggap tidak sensitif terhadap kesulitan yang dialami oleh pekerja dan pengusaha, terutama di sektor informal dan UMKM. Perpu ini juga tidak berorientasi pada pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, melainkan hanya berfokus pada peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, banyak pihak yang menuntut agar Perpu ini dicabut atau ditolak oleh DPR. Mereka juga menyerukan agar pemerintah dan DPR melakukan revisi UU Cipta Kerja secara menyeluruh dan partisipatif, dengan mengedepankan kepentingan rakyat dan negara. Mereka juga meminta agar pemerintah dan DPR meningkatkan kualitas pembuatan peraturan perundang-undangan dengan menghormati proses demokratis dan konstitusional.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline