Lihat ke Halaman Asli

Fardan Mubtasir

Human, Culture, and Society

Rahasia Api dan Besi

Diperbarui: 9 Februari 2025   13:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pandai Besi. Sumber: Pixabay.com

Gunjingan tak pernah surut. Seperti angin yang berembus dari satu sudut desa ke sudut lainnya, bisik-bisik itu terus berkeliaran. Aku tahu mereka berbicara tentangku. Tentang seorang perempuan yang menghabiskan hidupnya di tengah kobaran api dan benturan besi, jauh dari kehidupan yang mereka anggap lumrah bagi kaumku. Tetapi aku tidak peduli. Aku telah jatuh cinta yang membara seperti nyala perapian tempatku menempa logam.

Aku, Lintang, seorang pembuat senjata tradisional di desa terpencil di kaki Gunung Wilis. Bukan sekadar senjata biasa, tapi pusaka yang memiliki roh, sejarah, dan harga diri. Ketika teman-teman sebayaku sibuk bermain boneka atau belajar menenun, aku sudah tenggelam dalam dunia Ayah. Dunia besi, api, dan tetes keringat.

Ayah adalah seorang empu terakhir di desa ini. Sejak kecil, aku selalu terpesona melihatnya bekerja. Tangannya yang penuh bekas luka seakan menari dengan palu, menciptakan nyala api yang menari di udara. Aku sering mengintip dari balik pintu bengkel saat ia membentuk sebilah keris, mataku terpaku pada setiap percikan api yang meletup. Hingga suatu hari, aku tak bisa lagi sekadar menonton.

"Ayah, ajari aku," pintaku dengan mata berbinar.

"Kau perempuan, Lintang. Ini pekerjaan berat." Ayah menatapku lama, lalu tertawa pelan.

"Tapi aku ingin belajar," desakku.

"Baiklah. Tapi mulai dari hal yang mudah dulu." Ayah menghela napas panjang.

Begitulah aku mulai. Dari sekadar membantu memilih kayu terbaik untuk gagang keris, menggosoknya hingga halus, hingga akhirnya menyentuh logam. Bertahun-tahun aku mengasah keterampilan, diam-diam mencuri ilmu dari tangan Ayah. Ketika teman-teman sebayaku menikah satu per satu, aku tetap tinggal di bengkel, menempa besi dan mengukir pamor. Orang-orang mulai berbisik, menyebutku aneh, menyebutku perawan tua. Tapi aku tidak peduli. Aku telah memilih jalanku.

Namun, hidup tak pernah semulus bilah pusaka yang telah disempurnakan. Ayah meninggal di usia senjanya, meninggalkan warisan yang tak mudah kupertahankan. Tanpa pelindung, aku menjadi sasaran. Para lelaki pandai besi di desa mulai menantangku, mencoba merendahkan hasil karyaku.

"Apa yang bisa dilakukan perempuan dalam dunia besi dan api?" kata mereka sambil tertawa.

Aku membalas tantangan itu dengan kerja keras. Hari demi hari, aku membakar besi dengan lebih semangat, menempa dengan lebih kuat. Hingga suatu hari, karyaku menarik perhatian seorang kolektor dari kota. Keris buatanku dibeli dengan harga yang tak pernah kuduga. Sejak saat itu, namaku mulai dikenal.

Tapi semakin tinggi aku terbang, semakin banyak tangan yang ingin menarikku jatuh. Suatu malam, seseorang menyelinap ke bengkelku. Aku menemukan bilah-bilah kerisku hancur, warangka yang sudah kusiapkan patah berkeping-keping. Aku marah, tetapi aku tidak menangis. Aku membalas dengan cara terbaik yaitu bekerja lebih keras.

Malam itu, aku bermimpi. Dua sosok muncul dalam kegelapan. Seorang lelaki tua berambut putih dan seorang pemuda dengan sorot mata tajam. Mereka tidak berbicara, hanya tersenyum kepadaku.

"Teruslah menempa, jangan berhenti." Senyum yang membawa pesan.

Ketika terbangun, aku merasa ada sesuatu yang berubah dalam diriku. Aku kembali ke bengkel dan mulai menempa keris yang paling indah yang pernah kubuat. Keris itu bukan untuk dijual. Ia adalah bagian dari diriku. Satu-satunya pendamping sejati dalam hidupku.

Tahun-tahun berlalu, dan kini orang-orang tak lagi mencemoohku. Mereka datang untuk belajar, untuk membeli karyaku. Bahkan jurnalis dari berbagai tempat mewawancaraiku. Tapi mereka semua selalu bertanya hal yang sama.

"Sebagai perempuan, mengapa kau memilih jalan ini?" Tanya mereka.

"Karena besi dan api telah memilihku terlebih dahulu." Aku hanya tersenyum dan menjawab.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline