Kemitraan Pemerintah Swasta disingkat KPS atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai Public Private Partnership atau disingkat PPP atau P3 adalah bentuk perjanjian jangka panjang (biasanya lebih dari 20 tahun) antara pemerintah, baik pusat ataupun daerah dengan mitra swasta. Melalui perjanjian ini, keahlian dan aset dari kedua belah pihak (pemerintah dan swasta) bekerjasama dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Dalam melakukan kerjasama ini risiko dan manfaat potensial dalam menyediakan pelayanan ataupun fasilitas dipilah/dibagi kepada pemerintah dan swasta.
Terminologi KPS di Indonesia dimulai sejak dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia No 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang yang telah beberapa kali diubah dan perubahan terakhir adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia No 66 Tahun 2013.
Bulan agustus kemarin, Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mempercepat penyerapan anggaran dengan cara memajukan pelelangan paket infrastruktur seperti jalan dan jembatan untuk 2016. Sebanyak 61 paket dengan nilai Rp. 3,7 Triliun dilelang di bulan Agustus tahun 2015 ini. Cara ini dilakukan agar proses konstruksi infrastruktur sudah bisa mulai dilakukan di awal tahun 2016 mendatang.
Rencananya lelang akan dilaksanakan pada September hingga Desember. Pelelangan dini dimulai Agustus senilai Rp 3,7 triliun, Ditjen Bina Marga juga melanjutkan pelelangan dini pada September senilai Rp 7,62 triliun, Oktober senilai Rp 8,5 triliun, November Rp 5,74 triliun, dan Desember Rp 2,76 triliun. Lelang dini ini merupakan pelaksanaan instruksi Menteri PUPR Nomor 3 Tahun 2015 tentang Percepatan Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2015.
Percepatan lelang proyek yang dilakukan oleh Kementrian PUPR yang dilakukan pada bulan september hingga desember agar proyek bisa dilakukan pada bulan Januari tahun mendatang sebenarnya sangat berlawanan dengan Perpres Nomor 34 Tahun 2010. Menurut Perpres Nomor 34 Tahun 2010 pelelangan proyek dilakukan pada awal tahun atau Januari dan proyek berakhir pada akhir tahun atau Desember. Prosedur yang ada di Perpres Nomor 34 Tahun 2010 pelelangan proyek hingga tanda tangan kontrak setidaknya memakan waktu kurang lebih satu bulan sehingga kasarannya proyek dapat dilakukan pada akhir Januari atau awal Februari jika lelang dilaksanakan pada awal tahun.
Dari fakta diatas dapat dilihat bahwa instruksi Menteri PUPR Nomor 3 Tahun 2015 tentang mempercepat pelalangan proyek tersebut menyalahi prosedur yang telah dimuat oleh Perpres Nomor 34 Tahun 2010 yang berarti dapat menimbulkan berbagai permasalahan proyek seperti masalah yang diada-adakan oleh birokrasi atau swasta dengan alasan penyelewengan prosedur atau bahkan proyek berhenti ditengah jalan atau mangkrak.
Karena permalahan ini, sebaiknya Kementrian PUPR melakukan lelang sesuai prosedur yang tertera dalam Perpres Nomor 34 Tahun 2010 agar tidak mengakibatkan permasalahan pada proyek yang akan dilelang. Untuk mengakali percepatan pengerjaan proyek, pada saat bulan Januari atau awal tahun 2016 Kementrian PUPR segera mengadakan lelang proyek tanpa mengulur-ulur lagi dan birokrasi pun sebaiknya tidak mempersulit proses pelelangan proyek ini sehigga konstruksi infrastruktur dapat dimulai setidaknya akhir Januari atau awal Februari 2016 tanpa harus melanggar prosedur yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H