Well… tidak perlu banyak pendahuluan untuk menceritakan semua ini. Semua terjadi begitu saja, tanpa aba-aba bahkan tanpa disadari. Aku tak bisa berontak saat itu, hanya bisa diam dan meng”iya”kan semuanya. Tapi dibalik semua itu aku menyimpan kesakitan yang tak ada habisnya.
Aku terjebak, terjebak oleh semua keangkuhanku, terjebak oleh titik demi titik kelalaian yang sengaja kubiarkan berkembang dan aku pun terpukau oleh kelalaian itu. Aku menikmatinya tapi tak bisa kuresapi, aku menyentuhnya tapi tak lagi bisa memaknai sentuhan itu.
Sampai pada akhirnya aku tak lagi berani mundur untuk memperbaiki semua, dan aku terhenti tepat didepan lingkaran hitam yang aku tahu dapat menjerumuskanku. Tapi ku terobos saja, tak kuperdulikan peringatan-peringatan halus yang mungkin saja bisa menuntunku menuju cahaya.
Aku tertunduk tapi bukan malu, hanya memutar kembali kenangan-kenangan yang membuatku tercengang seperti ini. membaca halaman demi halaman kesalahan yang telah kuperbuat, tapi tak bisa lagi menghapusnya.
Aku terpesona dengan harummu, walaupun ku tahu itu hanyalah racun yang menyebar dalam urat nadi ku.
Aku bukan hanya takut menatap dari kejauhan, namun tak berani untuk beranjak selangkahpun.
Ya… itulah aku, masih dengan segala keangkuhan bathin yang ku jalani, masih tetap dikelilingi kepicikan yang selalu berjuang untuk menjerumuskan ku masuk ke dalam lingkarannya, dan masih tetap menjadi pengecut untuk keluar dari kelam, hingga akhirnya aku sadar bahwa semuanya tak lagi tersisa.
Cut Farhani Rizky
Alue billie, January 30 th, 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H