Lihat ke Halaman Asli

Pulang

Diperbarui: 14 September 2021   08:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

PULANG

Duduk santai sembari menyeruput teh, memang kegemaran Kakek. Di bangku pekarangan rumah, berpayung pohon tanjung. Kali ini meski mendung sudah menggelayuti awan, Kakek masih duduk menanti kepulangan Nenek dari pengajian.

Nenek terkadang cemburu melihat Kakek. Sekali waktu dia berseloroh,

"Memangnya Nenek sudah kalah wangi sama pohon? Kok ya Kakek senang lama-lama di situ?". Meski begitu, bunga pohon tanjung yang gugur masih menjadi favorit Nenek untuk mengusir tengik perabotan kayu lapuk di dalam rumah.

 "Apa lagi yang tersisa dari rumah jompo dan sepasang sepuh di sini? Cuma kerinduan ditinggal anak merantau. Tapi merawatmu dan melihatmu bertumbuh sudah cukup membayar. Karena kamu tak akan beranjak kemana-mana. Di sini membersamai kami menghabiskan hari tua." gumam Kakek menepuk-nepuk batang pohon tanjung, masih menunggu Nenek pulang pengajian.

Hujan deras akhirnya mendahului kepulangan Nenek kali ini. Si pohon tanjungpun tak lagi cukup teduh memayungi Kakek. Juga tak lagi cukup kekar menahan sambaran petir. Seiras dengan si empunya, yang juga tak lagi cukup kuat menopang dahan tanjung yang patah menimpanya. Kakek terjerembab ke tanah basah.

"Salahkah aku yang selama ini tak pernah benar-benar meyukai pohon itu" gumam Nenek di penghujung sesi pemakaman Kakek esoknya.

Tamat

Cerita mini ini telah dibukukan dalam antologi "Aksara" terbitan @puspamalapustaka




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline