Lihat ke Halaman Asli

Farah Azka Putri Prabowo

UPN "veteran" Yogyakarta

Lewat 'Berkain' Generasi Muda Melestarikan Budaya Indonesia

Diperbarui: 11 Agustus 2022   10:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mulai dari tanggal 2 Oktober 2009, batik mulai diakui oleh dunia internasional sebagai budaya warisan resmi milik Indonesia. UNESCO menjadikan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity). UNESCO  juga menilai bahwa batik memilki filosofi yang melekat pada kehidupan rakyat Indonesia. Namun, bagaimana pandangan masyarakat Indonesia tentang batik sendiri?

Apakah budaya batik memang melekat dengan kehidupan sehari-hari?

Batik memang mulai digunakan sejak masa kerajaan di Indonesia. Penggunaan batik pada zaman ini tergolong masih jarang karena batik hanya digunakan oleh petinggi kerajaan atau anggota keluarga kerajaan. Seiring berjalannya waktu, batik mulai diperbolehkan untuk digunakan oleh masyarakat luar keraton. Masyarakat kelas bawah diperbolehkan menggunakan batik dengan syarat memperhatikan motifnya dan beberapa ketentuan khususnya. Sama halnya pada zaman modern ini, batik terlihat masih jarang digunakan oleh masyarakat Indonesia dan hanya dijadikan seragam wajib bagi para abdi dalem keraton.

Pemerintan Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kebiasaan penggunaan batik pada masyarakata Indonesia. Salah satunya dengan mengeluarkan Kepres No 33 Tahun 2009, pemerintah menyatakan tanggal 2 Oktober merupakan hari Batik Nasional. Selain itu, pemerintah juga mewajibkan penggunaan busana batik di beberapa lembaga pendidikan pada hari-hari tertentu. Sebagai contoh, sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta diminta menggunakan busana batik atau kebaya minimal satu kali dalam sebulan. Meskipun begitu, inisiatif penggunaan batik sebagai masyarakat Indonesia tidak terlihat begitu signifikan, terutama bagi generasi mileniall.

Swara Gembira hadir dengan beberapa event dan campaign kreatif bertemakan budaya Indonesia, guna meningkatkan minat generasi mileniall dalam melestarikan budaya Indonesia , terutama salam penggunaan kain batik. Swara gembira merupakan sebuah organisasi yang dicetuskan oleh OI dan  telah berdiri sejak tahun 2017. Swara gembira hadir bersama dengan tagline “Saatnya membakar gelora generasi muda untuk merevolusi buah pikir dan karya bangsa kita, Swara Gembira hadir untuk meng-Indonesiakan Indonesia” seiring dengan tagline tersebut, Swara Gembira menciptakan campaign-campaign kreatif untuk mewujudkan cita-cita yang terkandung di dalam tagline tersebut.

Berkain merupakan salah satu dari program yang diciptakan OI bersama dengan para influencer lainnya dengan tujuan mengimplementasikan batik dalam kehidupan sehari-hari. Berawal dengan campaign berjudul “Rombak Gaya”, Swara Gembira menyebarkan edukasi bahwa budaya berkain bukanlah suatu budaya kuno yang hanya dapat digunakan diacara formal saja. Program terdebut meraih keberhasilan karena sebagian masyarakat setuju dengan pesan yang disampaikan oleh organisasi tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan muculnya beberapa konten kreatif lanjutan yang muncul di sosial media Swara Gembira. Konten-konten tersebut berisikan kreasi kain-kain batik sebagai busana sehari-hari dengan beragam cara memadupadankan kain batik dengan pakaian sehari-hari sampai pakaian formal.  Respons generasi muda terhadap hal tersebut juga dinilai positif karena budaya berkain ini menjadi trend  busana akhir-akhir ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline