Lihat ke Halaman Asli

Farabi Muhammad Khalil

Mahasiswa Ilmu Komunikasi universitas Muhammadiyah Prof.Dr. Hamka (UHAMKA)

Perbedaan Aqidah dan Mitos, serta Tantangan Dalam Menjalankan Tauhid

Diperbarui: 3 Juni 2021   15:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ilmu itu Pengetahuan tentang Kebenaran berdasarkan Dalil (Al-Quran dan As-Sunnah). -Ibnul Qoyyim

Aqidah dalam bahasa arab berarti ikatan. Secara istilah, aqidah berari keyakinan atau kepercayaan. Seseorang yang memiliki aqidah berarti memiliki ikatan dan terikat dengan apa yang diyakini.

Aqidah sebagai disiplin Ilmu mempelajari tentang kebenaran yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul, memikirkan tentang peringatan-peringatannya yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Mempelajari Aqidah sangat penting untuk mendekatkan diri kepada Allah serta dalam meningkatkan keimanan dan membina mental yang tangguh. Aqidah memiliki ruang lingkup antara lain: ilahiyyat, nubuwwat, ruhaniyyat dan sam'iyyat. 

Aqidah berbeda dengan mitos. Aqidah bersumber dan berdasarkan bukti-bukti dari firman Allah yang disampaikan para nabi serta hasil dari mukjizat dan kisah historis para nabi dan dapat diklarifikasi sumber kebenarannya, baik secara aqliyyah maupun naqliyyah. 

Akal dan bukti Ilmiah sebagai penjelas hal-hal yang tidak diketahui akal dan belum ditemukan bukti ilmiahnya cukup dengan mengimaninya saja. Karena Iman adalah jawaban dari keterbatasan akal manusia.

Sedangkan Mitos tidak berdasarkan bukti yang dapat diklarifikasi sumber kebenarannya. Mitos bersumber dari tahayul, khurafat dan bid'ah.

Syirik merupakan tanda gagal berfikir. Menduakan Tuhan dengan apa pun adalah dosa pangkal kesengsaraan dan merupakan dosa besar. Sengsara karena menyandarkan diri pada yang tidak berdaya dan tidak kuasa. Dosa besar karena Allah telah banyak menyebutkan dalam firmannya di dalam Al-Quran.  

"Dan (ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Fitrah tauhid telah tertanam pada setiap jiwa-jiwa yang lahir ke dunia. Tauhid adalah fitrah manusia yang dituntun. Untuk menuntun fitrah manusia ini, Allah mengenalkan diri-Nya melalui utusan-utusan (Nabi dan Rasul) ke tengah-tengah manusia. Setiap Nabi yang diutus diperintah untuk mengajak umatnya kepada Tauhid. 

Nabi Ibrahim muda telah berfikir mengikuti fitrah Tauhidnya. Ia tidak percaya dengan tahayul, khurafat serta mitos-mitos yang dianut oleh masyarakat sekitarnya yang melakukan kesyirikan dengan menyembah berhala. Kesyirikan-kesyirikan yang dianut oleh mesyarakat disekitar Nabi Ibrahim itu merupakan kebodohan yang jauh dari fitrah asli manusia dan merupakan tanda mereka tidak mampu berfikir walaupun sudah diperingatkan oleh Allah melalui Nabi Ibrahim. 

"Dan mereka berkata, sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala." (Q.S. Al-Mulk: 10)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline