Lihat ke Halaman Asli

Farabi Muhammad Khalil

Mahasiswa Ilmu Komunikasi universitas Muhammadiyah Prof.Dr. Hamka (UHAMKA)

Jawaban dari Keterbatasan Akal Manusia

Diperbarui: 24 Mei 2021   09:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Logika berasal dari kata logos dalam bahasa yunani yang berarti sabda atau buah pikiran yang diungkapkan dalam perkataan, pertimbangan, nalar atau arti. Secara etimologi logika adalah salah satu pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang kaidah berpikir atau jalan pikiran yang masuk akal. 

Menurut Aristoteles logika adalah ajaran tentang berpikir yang secara ilmiah membicarakan bentuk pikiran itu sendiri dan hukum-hukum yang menguasai pikiran. Logika Aristoteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut silogisme (syllogisme). 

Logika merupakan salah satu cabang filsafat. yang mempelajari bagaimana berpikir dengan baik dan benar, tertib akal, sistematis dan teratur dengan menggunakan akal sehat. Logika dapat diartikan sebagai nalar atau akal. Kata "logis" bisa diartikan sebagai masuk akal. 

Contoh logis atau masuk akal: jika kita jatuh dari ketinggian 30 meter pada permukaan yang keras maka kita akan mati. Tetapi jika kita jatuh pada air dengan kedalaman 5 meter, kita akan selamat. 

Contoh tidak logis atau tidak masuk akal: jika kita ditabrak mobil dengan kecepatan 180 km/jam maka mobil itu akan hancur dan kita tidak akan mati. Jika kita diinjak gajah yang besar, maka gajah itu akan kesakitan dan kita tidak akan terluka.

Di dalam Al-Quran, Allah telah memberikan stimulus bagi otak manusia untuk berfikir tentang kebesarannya melalui ciptaannya.

Allah SWT berfirman : "dan Dia (Allah) memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan-Nya) agar kamu mengerti". (QS. Al-Baqarah : 73) 

Ada berbagai ayat di dalam Al-Quran yang mengungkapkan kalimat "la'allakum tatafakkaruun"(agar kalian berfikir), "Afalaa tatafakkarun" (Apakah kalian tidak befikir?", "la'allakum ta'qiluun"(sehingga kalian berfikir). Ungkapan-ungkapan tersebut memberikan efek afektif yang membuat kita merenung dan berfikir (berlogika). Allah telah menciptakan akal pada manusia untuk berfikir atau berlogika. Hasil dari pemikiran-pemikiran manusia tersebutlah yang nantinya akan menjadi cikal bakal ilmu pengetahuan yang saat ini kita pelajari berasal. 

Allah SWT berfirman : "Dan tidaklah kehidupan ini selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. maka tidakkah kamu memahami?". (QS. Al-An'am : 32)


Logika berbeda dengan iman, beriman tidak membutuhkan akal budi seperti halnya logika membutuhkan akal. Iman merupakan perasaan. Perasaan tidak membutuhkan akal seperti halnya cinta yang juga tidak memerlukan akal. Perasaan membutuhkan hati maka Iman pun membutuhkan hati. Iman berada di wilayah yang tidak bisa dijangkau akal. Iman bukan berdasarkan hasil observasi atau penelitian saintifik melainkan keyakinan dalam mempercayai sesuatu dari hasil berfikir dari tanda-tanda kekuasaan Allah dan peringatan-peringatannya. 

Di dalam Al-qur'an surat Al-Mulk ayat 10 yang berbunyi : "Dan mereka berkata, sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala". 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline