Lihat ke Halaman Asli

Fauzul Faqih

Desainer Grafis, Copywritter, Penulis lepas yang ingin sekali bekerja di Tempo.

Kurir E-Commerce dan Driver Ojol di Tengah Pandemi Pada Perayaan Hari Buruh 2021

Diperbarui: 1 Mei 2021   04:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Viral. Sumber ilustrasi: PIXABAY/ktphotography

Di awal bulan April, Shopee menuai kritik ketika tweet yang menuduh perusahaan perdagangan elektronik itu mengurangi bayaran pengemudinya menjadi Rp1.500 per paket dari semula Rp2.000 per paket menjadi viral. Berdasarkan wawancara TFR bersama dua kurir Shopee Xpress, ini bukan pertama kalinya perusahaan tersebut menyesuaikan tarif.

“Saya dulu menerima kompensasi Rp45.000 per hari,” kata Bayu, yang telah mengundurkan diri dari Shopee Xpress (SPX) pada Februari. Kompensasi tersebut dihapuskan pada akhir Januari. Bayu mendapat Rp2.500 untuk satu paket. Selain itu, ia harus membayar lima kali cicilan masing-masing sebesar Rp100.000 untuk seragam.

“Untuk Jakarta, tarifnya Rp1.800 per paket. Tarif Rp1.500 per paket itu untuk Surabaya, Semarang, Malang, dan Tasikmalaya. Di Shopee Xpress, tidak ada biaya bensin, biaya parkir, dan biaya lainnya. Rp1.800/paket itu bersih. Tapi di SPX, ada pendapatan terjamin, kalau kurir mengirimkan 40 paket, dia akan mendapat Rp115.000. Paket ke-41 dan seterusnya akan dibayar Rp1.800/paket,” ucap Pardi*, kurir Shopee Xpress lainnya yang memilih merahasiakan namanya. *bukan nama asli

Kurir SPX harus mengendarai motor mereka sendiri. Tidak ada kompensasi untuk perawatan berkala. Kurir juga harus membayar biaya parkir sendiri ketika mereka parkir di sebuah gedung untuk mengirimkan paket, kecuali jika pelanggan memberikan tip. Biaya parkir di gedung rata-rata Rp2.000 untuk motor. Setelah kabar tersebut tersebar, Shopee mengeluarkan pernyataan yang dikirmkan ke berbagai media. Perusahaan mengatakan bahwa tarif disesuaikan dengan harga pasar dan sesuai dengan aturan yang berlaku saat ini. Shopee mengonfirmasi bahwa mereka memang mengurangi tarif meskipun tidak memberikan angka spesifik.

“Mereka [Shopee] tidak menjelaskan secara detail pada mitra kurir, mereka hanya mengatakan bahwa ini untuk kelangsungan perusahaan dan mereka memastikan bahwa dengan pengurangan tarif, pengemudi akan mengirimkan lebih banyak paket,” tutur Pardi.
Kurir yang dibayar rendah bukanlah isu baru dalam perdagangan elektronik. Pada tahun 2019, SCMP memublikasikan sebuah artikel mengenai kurir Zalora di Malaysia yang mendapatkan kurang dari RM1.960 per bulan. Upah minimum yang direkomendasikan oleh pemerintahan adalah RM2.600. Satu kurir yang diwawancarai oleh SCMP pernah mengirimkan 160 paket dalam sehari - jumlah paket terbanyak yang pernah dia dapatkan. Kurir juga harus mengendarai motor mereka sendiri.

Tidak ada yang bisa menyangkal manfaat yang diberikan oleh perdagangan elektronik kepada pelanggan dan penjual. Perdagangan elektronik menjadi platform utama untuk membeli kebutuhan sehari-hari ketika seluruh dunia mematuhi aturan diam di rumah. Bisnis juga harus bergerak ke penjualan dan pemasaran daring. Perusahaan perdagangan elektronik membukukan pertumbuhan yang kuat pada tahun 2020. Penjualan makanan dan minuman di Tokopedia meningkat tiga kali lipat selama pandemi. Shopee pada tahun 2020 mencatat rata-rata pemesanan harian sebesar 4,7 juta. Bank Indonesia mencatat 140 juta transaksi daring pada bulan Agustus 2020, sebuah peningkatan drastis dari 80 juta transaksi pada 2019.
Dari sudut pandang pekerja, meskipun pertumbuhan menghasilkan pemasukan, tekanan untuk mengemas dan mengirimkan paket dalam kecepatan dan akurasi tinggi meningkat. Sebagai contoh, berita terbaru mengungkapkan kondisi pekerjaan pekerja gudang Amazon. Mereka terpaksa buang air kecil di botol agar tidak tertinggal dalam menangani paket.

Selama masa penjualan spesial ketika volume pemesanan meledak, kurir SPX memberitahu TFR bahwa mereka bisa mengirimkan sampai 80 paket sehari. Mereka harus bolak-balik ke gudang dan alamat pembeli. Tantangan yang paling umum yang dialami para kurir adalah alamat yang tidak akurat. “Membuang waktu ketika kami harus mengirimkan banyak paket,” ujar semua kurir. Pengemudi di bawah aplikasi transportasi Go-jek dan Grab menyatakan keprihatinan yang sama - biaya parkir, alamat yang tidak akurat, dan kecelakan kecil. Seperti SPX, pengemudi di Go-jek dan Grab dianggap sebagai ‘mitra’ atau pekerja lepas. Sistemnya hampir serupa dengan SPX, namun pengemudi mendapat lebih banyak manfaat.

“Untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, tidak ada sampai sekarang. Tapi saya dengar dari manajemen bahwa mereka akan mulai [memberikan BPJS] di akhir bulan ini,” ucap Pardi.

Ricky Andrea yang merupakan mitra pengemudi Go-jek dan Grab mengatakan bahwa tidak ada asuransi dari Go-jek, tapi perusahaan itu memiliki program asuransi yang bisa diikuti pengemudi. “Dari Go-jek sendiri, mereka tidak mengharuskan [kami untuk bergabung dalam program asuransi], tapi mereka memberikan kami pilihan. Mitra membayar jumlah tertentu setiap hari. Sebagai contoh, Rp2.000 akan dipotong setiap hari untuk biaya asuransi kami,” jelas Ricky.

Adiyono, mitra pengemudi Go-jek dan Grab, mengatakan, “Ada asuransi tapi tidak ada BPJS.” Pengemudi online lainnya, Jaya, memiliki jawaban lain. “Saya menerima BPJS. Bukannya itu secara hukum wajib?” Undang-Undang Cipta Kerja hanya mengharuskan perusahaan untuk membayarkan BPJS bagi pekerja kontrak dan permanen. Selain asuransi, perusahaan juga memberikan voucher untuk perawatan motor. “Untuk perawatan motor/ganti oli, biasanya aplikasi memberikan voucher,” ucap Adiyono. Ricky dan Jaya menyebutkan program serupa mengenai perawatan motor. “Go-jek memberikan promosi dan diskon tertentu di tempat-tempat tertentu. Promosi dan diskon itu pilihan, tapi bisa diambil oleh mitra,” ucap Ricky.

Sebelum bekerja sebagai pengemudi online, Jaya memiliki pengalaman bekerja sebagai kurir di sebuah perusahaan logistik. Dia juga membandingkan pengalamannya bekerja di kedua perusahaan tersebut. Di perusahaan logistik, pekerja kontrak mendapatkan gaji pokok, sementara pekerja lepas tidak. Perusahaan logistik tempat Jaya bekerja hanya mempekerjakan pekerja lepas ketika jumlah paket yang harus dikirimkan besar. “Mereka biasanya melakukannya (mempekerjakan pekerja lepas) selama masa sale, seperti 9.9 atau 10.10,” ucap Jaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline