Diterima di kampus Universitas Islam Madinah merupakan sebuah anugerah yang sangat luar biasa. Siapa pelajar muslim yang tidak ingin pergi ke sana. Di sebuah kota di mana Rasulullah tinggal. Sebuah kebanggaan tersendiri untuk bisa ke sana. Dikatakan dalam hadits bahwa shalat di masjid Nabawi lebih baik berkali-kali ketimbang shalat di masjid yang lainnya kecuali masjidil haram.
Beberapa orang sangat menggebu-gebu agar bisa diteridi kampus itu. Memang biaya untuk menerjemahkan berkas itu tidaklah murah. Satu lembar saja bisa menghabiskan 50 ribu rupiah. Lalu surat rekomendasi yang mungkin agak susah dapatnya. Membuat paspor juga demikian. Sudah banyak teman saya yang ditolak ketika pembuatan paspor.
Bagi beberapa orang akan sangat sedih sekiranya tidak diterima di Madinah. Karena mungkin itu adalah mimpi besarnya dari kecil. Sehingga ketika tau dirinya tidak maqbul, seakan patah harapan. Itulah yang sempat terjadi pada saya. Ketika melihat pengumuman di website resmi UIM bahwa saya tidak maqbul, sungguh sangat sedih rasanya.
Sebelumnya saya pribadi sangat mengharapkan bisa ke sana seperti teman-teman saya yang lain. Belajar dengan para masyayeikh dan menikmati hidup yang berkecukupan. Pulang ke rumah membawa ilmu yang didapatkan dari sana.
Namun takdir memang berkata lain. Saya belum diizinkan untuk berangkat ke sana. Semakin bertambahnya usia, semakin kecil pula kesempatan untuk diterima di Madinah. Namun hati kecil ini masih tetap ingin ke sana. Hal yang paling penting bagi saya adalah bisa belajar di kota nabi bersama para ulama. Menjalani hidup dengan rutinitas ilmu dan ibadah.
Saya pun teringat firman Allah, "Bisa jadi apa yang kamu benci itu adalah yang baik bagi kamu. Dan bisa jadi apa yang kamu suka itu adalah yang buruk bagi kamu. Sesungguhnya Allah tau dan kamu tidak tau".
Sempat galau dan sedih parah. Namun biarlah itu berlalu. Untuk bisa belajar ilmu bisa dengan banyak jalan dan cara, tidak melulu harus ke Madinah. Bisa di Indonesia dan juga bisa di negara lain. Mungkin di sana adalah tempat yang baik. Tapi Allah punya skenario yang jauh lebih baik.
Saya teringat seorang guru berkata, "Setiap orang punya banyak jatah kegagalan. Mumpung masih muda, habiskanlah jatah kegagalanmu. Hingga nanti tua kamu tinggal enak menikmati jatah kesuksesanmu". Wallahuaalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H