Lihat ke Halaman Asli

Faqih Ma arif

TERVERIFIKASI

Civil Engineering: Discrete Element | Engineering Mechanics | Finite Element Method | Material Engineering | Structural Engineering |

Nostos dan Algos: Bambu, Sujud, dan Azan

Diperbarui: 12 Mei 2020   19:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi masa kecil | dokpri

Ramadan selalu memberi kesan tersendiri bagi yang menjalankannya. Berbagai aktivitas yang dulu di kerjakan seperti shalat tarawih, tadarus, shalat berjamaah, terasa beda ketika dijalankan. Ditengah pelaksanaannya yang selalu penuh khidmat, ada saja hal yang mengundang tawa dalam hati.

Berbagai kisah ini saya sampaikan (meskipun hanya beberapa), untuk mengenang kembali nostalgia ramadan penuh hikmah, dari kecil hingga dewasa (Indonesia ke Beijing), yang merupakan rangkaian ramadan tak terlupakan.

Bedak Meriam Bambu
Saat ramadan tiba, di desa saya selalu ramai dengan berbagai aktifitas. Dulu kala belum ada toa untuk mengumandangkan adzan, sehingga warga sekitar menggunakan bedug sebagai penanda waktu shalat lima waktu. Tidak hanya itu, bedug juga digunakan sebagai penanda waktu bulan puasa tiba, pelaksanaannya biasanya diwaktu shalat ashar dengan berbagai iramanya yang menarik.

Saat itu juga saya mengenal berbagai permainan tradisional yang biasa digunakan untuk menyambut bulan ramadan tiba, diantaranya adalah meriam bambu atau beldugan. Permainan ini sangat menguras tenaga, pikiran, strategi dan menghabiskan dana yang cukup banyak.

Modal utamanya adalah bambu, semakin besar bambu maka akan makin baik suaranya dan akan dihargai sebagai pemenang. Bisa dibayangkan waktu itu karena masih kecil, kamipun mengambil bambu seadanya, mengambil minyak tanah dari dapur orang tua tanpa ijin, dan menyalakan meriam itu tanpa dasar teknik yang baik.

Tekniknya adalah menuangkan minyak kedalam lubang bambu yang telah dibuat, menyalakan api untuk membuat bambu menjadi panas. Dalam proses itu, kita berusaha mempertahankan agar api terus menyala dan mengeluarkan asap. Asap yang timbulpun kita tiup hingga keluar di ujung lubang bambu.

Asap yang ditiup ini bertujuan untuk membuat material bambu menjadi menjadi hangat dan panas. jika itu terjadi, maka akan menghasilkan letusan yang dahsyat. Tidak jarang kita mencobanya berkali-kali karena tidak berhasil, dan kebanyakan dari kami gagal untuk membuat suara yang menggelegar itu.

Suatu saat, kami meminta kepada teman untuk berada di ujung lubang untuk memeriksa asap yang keluar tersebut. Namun, karena ada teman yang iseng tiba tiba menyalakan api di lubang yang cukup panas itu dan Boom. Teman kami terkena kepulan asap, mukanya berubah menjadi hitam dan rambutnya terberangus oleh kilatan api hingga menjadikan wajahnya seperti bedak meriam bambu.

Tidak ada korban jiwa, namun kita semua tertawa terbahak-bahak karena lucunya muka teman kami itu. Zaman dulu, hal iseng seperti ini memang biasa dilakukan namun tidak ada yang merasa tersakiti atau marah.  

Tertidur saat sujud
Saat mahasiswa tingkat S1, saya selalu mengikuti pesantren kilat Ramadan yang diadakan sepuluh hari terakhir, kita biasa menyebutnya dengan iktikaf. Karena pahalanya yang luar biasa, siapa pun tidak akan mau melewatkan momen penting ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline