Nama besar Bali sudah demikian lekat dengan budaya dan seni. Betapa tidak? Masyarakatnya begitu menjunjung tinggi kelestarian adat-istiadat warisan nenek moyang yang tercermin dari kehidupan sehari-hari. Merupakan pemandangan awam melihat seorang wanita Bali menghaturkan Canangsari (sesaji yang berisikan aneka bunga) setiap pagi sebelum melakukan aktifitas sehari-hari. Hal ini dipercaya agar segala aktifitas yang akan dikerjakan sejak pagi itu akan berjalan lancar dan diberkati Yang Maha Kuasa. Sebuah contoh paling sederhana dari budaya yang tidak tergerus jaman semoderen era digital seperti saat ini.
Hal lain yang tidak dapat dipisahkan dari Bali adalah seni. Sebut saja Tari Kecak dan Tari Barong yang meskipun namanya sudah mendunia namun keasliannya tetap terjaga. Atau kalau mau menelusuri lebih jauh, ada banyak jenis kesenian lain yang juga tetap dijaga eksistensinya walaupun belum sepopuler kedua tarian tadi seperti Gamelan Jegog, Tari Janger atau pertunjukan tarian yang sarat aura mistis seperti Calonarang. Kedua hal yang tetap bertahan inilah – budaya dan seni, yang menjadi daya tarik utama bagi pelancong dari seluruh dunia membanjiri Bali dari tahun ke tahun.
[caption id="attachment_326608" align="aligncenter" width="600" caption="Puri Ubud"][/caption]
Adalah Ubud, salah satu tujuan wisata di Bali yang kental dengan budaya dan seninya sejak berabad silam bahkan menyandang sebutan sebagai Ibukota Seni dan Budaya Asia terutama seni kerajian berupa patung, lukisan atau kerajian khas Bali lainnya yang sangat layak dibawa pulang sebagai buah tangan. Suatu predikat kebanggaan yang disematkan pada Ubud karena penduduknya memang dikenal memiliki tangan-tangan terampil mengolah sumber daya alam disekitarnya menjadi karya seni bernilai tinggi. Jadi jangan heran jika jalan-jalan di Ubud yang anda lintasi dipenuhi dengan galeri seni mulai dari yang paling sederhana yaitu bangunan workshop yang kadang merangkap sebagai rumah tinggal hingga yang dirancang secara khusus dan diberi nama museum.
Namun apakah itu saja daya tarik Ubud ?
Tentu tidak. Kalau kawasan Bali selatan banyak diserbu karena pantainya maka tempat yang pernah menjadi lokasi pembuatan film Eat, Pray and Love ini menawarkan keindahan alam pedesaan bagi siapapun yang ingin menjelajahinya.
Berada pada ketinggian kurang lebih 500 meter dpl dengan banyak sungai dan ngarai yang melewatinya, Ubud memiliki kawasan persawahan yang menyejukkan. Seperti persawahan di Desa Petulu Gunung yang sekaligus menjadi habitat alami pelestarian spesies Bangau Putih (Kokokan) atau persawahan Ceking di Tegallalang yang bahkan menjadi objek wisata karena selalu berhasil menarik minat pengunjung. Di beberapa tempat juga tersedia trek khusus untuk meniti jalan di persawahan ini. Mau berjalan kaki ala trekking, bersepeda santai atau melaju di jalur off-road dengan ATV tinggal pilih saja.
[caption id="attachment_326610" align="aligncenter" width="400" caption="Bangau Putih (Kokokan) di Desa Petulu Gunung"]
[/caption]
Ubud tak hanya memanjakan mata. Arus bersahabat yang mengalir disepanjang sungai Ayung menjadi surga pengarung jeram untuk mengembalikan kesegaran jasmani setelah melalui rutinitas pekerjaan yang melelahkan. Didukung dengan suasana alamnya yang menenangkan, Ubud juga banyak dipilih sebagai tempat Yoga. Terbukti dari semakin banyaknya studio Yoga dibuka dan memang, jenis aktifitas relaksasi tubuh dan pikiran ini sedang menjadi tren selain spa yang sudah lebih dulu ada.
Suasana agak berbeda jika sudah berbicara tentang pusat Ubud. Geliat kawasan ini semakin terasa seiring dengan menjamurnya fasilitas bagi wisatawan. Ruas jalan Wenara Wana (Monkey Forest) boleh dibilang sudah seperti di Legian, Kuta. Puluhan akomodasi segala tingkatan, café, restoran hingga toko memenuhi kedua sisi jalan.
Meski demikian, Pura sebagai bangunan suci dan tempat-tempat tertentu yang disakralkan sangat dijaga dengan aturan yang ketat. Itu sebabnya meskipun berada di dalam kawasan hutan Monkey Forest di pusat Ubud, ketiga Pura termasuk makam leluhur yang ada di dalamnya tetap terjaga kesuciannya. Sedangkan Goa Gajah dan relief Yeh Pulu adalah dua situs peninggalan jaman kerajaan di masa lalu yang lokasinya berdekatan serta diyakini masih memiliki nilai spiritual yang kuat juga tetap terjaga dengan baik hingga saat ini.
[caption id="attachment_326611" align="aligncenter" width="600" caption="Relief Yeh Pulu"]
[/caption]
Ubud memang telah mengambil tempat di hati pengagum budaya dan pecinta seni. Tempatnya para penulis terkemuka, seniman, pemikir dan penampil seni berkumpul dalam ajang Ubud Writers & Readers Festival. Dipilihnya Ubud sebagai lokasi dilaksanakan ajang tahunan bertaraf internasional ini karena, sekali lagi, merupakan pusat budaya dan seni yang ada di Bali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H