Lihat ke Halaman Asli

Fantasi

Usaha Mikro

Melawan Agnez Mo, Bruno Mars, dan Charlie Puth demi Anak

Diperbarui: 2 Januari 2016   13:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - Mengidolakan artis, anak bisa mengikuti gaya sang artis (Shutterstock)

Kemarin secara tak sengaja saya mendengar putri kami dengan dua  sepupunya yang sudah sudah remaja mengomentari dan memuji-muji Agnez Mo yang dinobatkan sebagai satu dari 100 perempuan tercantuk di dunia. Saya menimbrung," Hebat memang, tapi gak usah diikuti!"

Ketidaksukaan saya pada Agnez Mo sudah pernah saya ungkapkan kepada putri kami yang belum berusia 12 tahun. Ketika bersama-sama melihat pose Agnez di beberapa media, saya secara tegas mengatakan bahwa beberapa gaya berpakaian dan gestur Agnez Mo menjijikkan.

"Koreonya keren," begitu putri kami pernah memuji penampilan Agnez di teve. Menari balet sejak kecil dan sudah lulus Grade 5 dari Royal Academy, putri kami juga sangat suka tari modern. Matanya bisa tidak berkedip jika menonton pertunjukan musik artis dunia yang disertai dengan gerakan tari atau didukung oleh penari latar.

"Tapi papa tidak suka," tukas saya. Buah dada Agnez menyembul pongah dari secuil bra tanpa penutup lain dan pahanya diumbar untuk dipelototi oleh ribuan penonton di gedung pertunjukan atau mungkin jutaan mata pemirsa televisi bukanlah teladan yang saya ingin diikuti anak saya. "Terlalu sexy. Sayang sekali, padahal suaranya sangat bagus."

"Ini pertunjukan kelas dunia, Pa. Kolaborasi dengan artis top. Penari belakangnya saja kayaknya bukan orang Indonesia."

Saya tetap tak suka. Padahal saya suka Agnez sejak lama. Saya tahu prestasinya mulai dari penyanyi cilik, melihat transisinya menjadi penyanyi remaja dan pemain akting, membaca beeritanya upayanya yang luar biasa untuk membangun karir internasionalnya. Paduan antara talenta yang hebat dan determinasi yang sangat kuat melayakkan Agnez untuk mencapai prestasi beruntun yang membanggakan di tanah air dan kemudian di luar negeri.

Di sana ambigunya saya menyukai Agnez.

Kepiawaian Agnez berakting dalam beberapa sinetron, keindahan suara dan lagu yang diciptakan dan dilantunkannya, keapikan gerakan tarinya, kefasihannya berbahasa asing dan berbicara di depan umum, kerendahan hatinya mengucap syukur pada Tuhan setiap menerima penghargaan, kerupawanannya yang mengangkatnya menjadi satu dari 100 wanita tercantik di dunia ... apa yang tak layak dipujikan pada diri perempuan bernama asli Agnes Monica Muljoto itu ?

Ketidaksukaan saya pada Agnez bersifat impersonal. Saya tidak suka budaya yang - entah secara sengaja atau tidak sengaja - dia coba tularkan pada generasi muda. Termasuk anak saya. Posisinya sebagai idola memungkinkannya untuk mempengaruhi orang-orang yang mengaguminya. Gaya berpakaian Agnez dan beberapa gerakan tarinya yang - di mata saya - sensual dan berkonotasi seksual membuat saya harus menghindarkan putri kami dari mengidolakan Agnez.

Saya sadar ada begitu banyak yang bisa ditiru dari Agnez, tapi saya tak ingin putri kami membayarnya dengan masuk ke dalam budaya yang tak sesuai dengan norma yang kami anut. Bukannya tidak mungkin untuk memilah-milah dan 'mencontoh yang baik dan jangan mengikuti yang buruk', tetapi saya melihat bahwa pengaruh idola seringkali masuk ke bawah sadar para fansnya. Apalagi bagi remaja dan anak-anak yang masih belum memiliki kemampuan yang memadai untuk memilih secara sadar apa yang baik dan buruk bagi dirinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline