Dikutip dari detik.com hari ini, Pak Jusuf Kalla mengatakan bahwa kebijakan pemerintah terkait mobil murah ramah lingkungan (LCGC) tidak akan mengganggu pengembangan mobil nasional. Tetapi, sebagian kepala daerah ternyata tidak mendukung kebijakan tersebut, khususnya atas alasan kemacetan yang ditimbulkan oleh semakin membanjirnya kendaraan roda empat di ruas-ruas jalan kota besar yang sekarang sudah macet. Berbeda dengan Pak JK, Rektor ITS melihat bahwa kebijakan ini menjauhkan kita dari mimpi membuat mobil nasional."Mobil mahal marah, murah juga marah. Yang benar saja? Apa yang dinginkan negeri ini?" tanya Pak JK.
Agak heran juga melihat Pak JK memberi perhatian yang lumayan besar terhadap LCGC. Menurut beliau kebijakan tersebut merupakan perwujudan keinginan masyarakat yang berharap ada mobil dengan harga terjangkau. Tentu ini tak bisa dibantah, sebagian orang (saya juga mau) menginginkan memiliki mobil yang terjangkau. Tetapi, benarkan mobil yang benar-benar kita butuhkan ? Apakah sebagian besar kita memerlukan mobil pribadi atau alat transportasi yang bisa membawa kita ke tempat-tempat aktivitas kita sehari-hari ?
Sebagian besar masyarakat akan bergembira jika para produsen mobil dari luar negeri tersebut bisa meningkatkan efisiensi proses produksi dan mendesain mobil yang biaya produksinya rendah dan penggunaannya ramah lingkungan. Memang begitulah seharusnya. Namun, layakkah pemerintah ikut menggenjot produksi mobil asing tersebut di dalam negeri kita dengan memberikan fasilitas keringanan pajak? Siapakah yang sesungguhnya menikmati pemberian fasilitas tersebut? Rakyat yang mampu membeli harga mobil 70-100 jt tersebut? Atau para dealer, ATPM dan induknya di negeri seberang yang menikmati volume penjualan yang besar? Sementara itu, Pemerintah harus mencari sumber-sumber pajak lain di dalam negeri untuk mengompensasi kehilangan pajak dari pembebasan PPnBM untuk progam mobil murah; belum lagi, tambahan subsidi BBM karena melonjaknya penggunaan mobil pribadi.
Saya tidak tahu. Saya ingin bertanya pada yang lebih tahu.
Tapi, jelas kebijakan mobil murah bukan untuk menjawab kebutuhan transportasi bagi masyarakat luas. Dalam kenyataannya, ketika mobil murah diberi fasilitas pajak, Pemerintah Pusat masih menahan-nahan memberikan kemudahan yang sama bagi pengadaan kendaraan umum. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Pristono, meminta Pemerintah membebaskan pajak impor untuk kendaraan bus Transjakarta. Menurutnya, untuk bus single pajaknya masih 40 persen, bus articulated 10 persen.
Apa artinya ini ?
Rakyat bukan marah terhadap mobil (pribadi) mahal atau mobil (pribadi) murah. Sebagian besar rakyat, mimpi pun tidak untuk pernah memiliki mobil pribadi. Mereka kecewa (sebenarnya tak ada yang marah, belum ada yang demo 'kan?) karena mereka melihat Pemerintah sesungguhnya tak perduli akan kebutuhan dasar mereka, yaitu transportasi umum yang layak dan terjangkau.
Soal mobil murah, mobil mahal, mobil nasional, urus kalianlah itu.
Tapi, mengapa kalian pelit sekali untuk memberi keringanan yang sama bagi sarana umum seperti Transjakarta itu ?
Sumber :