Saat ini kita sedang dikejutkan oleh pristiwa luar biasa berkaitan dengan negeri tercinta. Sebuah “dagelan” yang diadegankan orang-orang terhormat negeri ini. Dari peristiwa ini, kita dibikin terkaget-kaget, betapa mudahnya bagi sebagian mereka mengumpulkan pundi-pundi kekayaan yang melimpah ruah.
Ibarat permen yang biasa dibeli anak-anak di warung kecil, uang sepertinya bukan barang langka buat mereka. Hanya bermodal kata dan gaya bicara, mereka mampu mendapatkan lebih dari sekadar rupiah. Entah mengapa, seolah tidak ada kata puas merek begitu buas , meski omongan palsu menjadi alas.
Kasus “Papa minta saham”, membuka mata kita semua, betapa negeri ini dihuni oleh garong-garong yang tampangnya manis tetapi penyolong. Begitu miris menyaksikan seorang yang menjadi tempat menitip nasip kaum msikin, malah menjadi garong yang kehilangan idong. Memalukan dan memilukan.
Tapi lagi-lagi, bukan politik namanya jika tidak ada kawan dan lawan. Seorang teman pernah berkata, di politik tidak ada teman sejati, tidak ada musuh abadi. Lantas, apakah yang kita saksikan ini bukan teman sejati? Jawabanya belum tentu.
Selain bicara power and interest, dipolitk juga bicara take and give. Punya kekuasaaan, pasti punya kepentingan, saya lakukan apa, saya dapat apa. Semua tidak ada yang gratis. Semua diukur dengan nominal yang tentu tidak murah. Ini bukan saja soal kawan dan lawan, tetapi ini soal minum dan makan. Tetapi, demi lengangan kekuasaan, serasa tidak ada yang lebih mahal dari muka merah para pendosa. Marah bisa disimpan, tetapi malu tak bisa disembunyikan.
Namun begitu, pembelaan yang sarat kepentingan akan berujung pada penghakiman. Publik begitu menilai mana yang “membela” dan mana yang “membelah”. Tentu ini bukan hanya soal “papa minta saham”, namun dibalik itu semua, tak mungkin semua ini hanya permainan satu dua orang saja.
Sama halnya politk dan bisnis, pasti selalu melibatkan banyak orang. Jika ada eksekutor tentu juga ada konseptor. Hanya saja siapa konseptornya, tentu ini menjadi drama panjang yang akan menguras energi yang tidak sedikit. Apakah kelak akan terbuka, atau justru sepakat untuk menutup bersama-sama.
Kita semua tau, kost politik tidak murah. Meski demikian, tidak sedikit orang yang rela menghabiskan uangnya, bahkan berani berhutang demi berinvestasi diwilayah bisnis yang satu ini. Hal ini tentu dikarenakan keuntungan yang tidak sedikit yang akan diperoleh jika bisnis ini berhasil. Akan tetapi sialnya, jika kegagalan justru yang harus ditelan, maka uang pun hilang bak ditelan bumi. jika ini yang terjadi, megembalikan modal adalah jalan satu-satunya agar uang tetap utuh untuk investasi yang lainya. Entah bagaimana caranya mengembalikan modal tersebut, mungkin kita bisa bertanya kepada “papa minta saham”.
Saya percaya, bahwa kasus “papa minta saham” melibatkan banyak pihak, meski hal ini belum terbukti kebenaranya. Membela demi kepentingan yang lebih besar dari sekadar jabatan ketua DPR yang disandang. Seolah perseteruan dua kubu yang belum selesai. Hal ini terlihat dari banyakya aktifitas dijejaring sosial yang saling berhadapan. Mulai dari meme hingga goresan tangan yang memukau.
Dengan data yang belum tentu fakta, banyak dari mereka yang mencoba membuka mata publik dengan congkelan-congkelan opini yang mereka sajikan. Dari latar belakang penulis kita dengan mudah tau, warna apa dan di kubu mana mereka berada.
Di negeri ini, tidak ada kasus besar yang mampu dibongkar. Jika ada kasus besar yang dibongkar, maka akan ada pihak-pihak mengatakan, masih ada kasus yang lebih besar yang belum terbongkar. Jika kasus yang lebih besar terbongkar, maka akan terus ada dan terus ada celetukan masih ada kasus besar yang belum dibongkar. Entah benar atau salah hanya pengemudi bajaj dan Tuhan yang tau.