Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak sekali kekayaan alam. Sehingga Indonesia memiliki banyak sekali destinasi wisata alam dan menjadi salah satu negara yang sangat ramai di datangin oleh wisatawan baik dari luar negri maupun domestik. Salah satu destinasi wilayah yang ramai dan pasti menjadi objek wisata utama adalah kota Yogyakarta.
Kota Yogyakarta memiliki banyak sekali destinasi wisata dan dengan adanya faktor tersebut menimbulkan ketertarikan para turis baik dari luar negri maupun domestik. Pastinya jika kita ingin berwisata ke suatu kota yang belum pernah kita datangin sebelumnya, kita membutuhkan seseorang untuk membantu kita menelusuri berbagai macam destinasi objek wisata yang ada di kota tersebut.
Nah, perkenalkan ASITA (Asosiasi Of The Indonesian Tours Agencies) yang merupakan salah satu asosiasi yang bergerak di dalam bidang biro perjalanan untuk wisatawan lokal maupun asing. ASITA berdiri pada 7 Januari 1971 di Jakarta. Sejarah singkat pada masa orde baru ketika semua biro perjalanan di atur oleh negara dan membentuk sebuah komunitas perjalanan yang di beri nama ASITA.
ASITA memiliki DPD yang tersebar di berbagai macam kota di Indonesia dengan jumlah 31 orang. Di daerah Yogyakarta sendiri, ASITA memiliki anggota dengan jumlah 194 orang. ASITA melayani berbagai macam fasilitas untuk para wisatawan domestik maupun luar negri untuk berkeliling Yogyakarta. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap asosiasi pasti memiliki permasalahan baik secara internal maupun eksternal. Permasalahan yang di dapatkan oleh ASITA adalah dimana sistem perusahaan atau asosiasi ini dikendalikan oleh satu individu saja.
Dilansir berdasarkan Tempo.com, Yogyakarta memiliki potensi yang besar sebagai salah satu tuan rumah bagi para wisatawan dalam event MICE. MICE merupakan suatu kegiatan industri di dalam bidang pariwisata. MICE merupakan singkatan dari Meeting Incentive Convention and Exhibition dimana sudah lama event tersebut sering di selenggarakan di Bali. Yogyakarta dengan berbagai macam daya tarik budaya serta sejarah nya menunjang penyelenggara MICE ini untuk menjadikan kota Yogyakarta sebagai tuan rumah untuk acara tersebut. Contoh yang dapat kita lihat adalah dengan adanya Jogja Expo Center yang menjadi salah satu venue andalan. Dengan adanya MICE ini menjadikan tantangan bagi ASITA.
Karena hal tersebut tentu saja membuat peluang baru bagi individu lain untuk membuka perusahaan travel agensi karena banyak sekali wisatawan kelas internasional yang akan datang ke kota Yogyakarta. Baik perusahaan lama yang akan bangkit kembali dengan menggunakan sistem yang baru dan mengikuti perkembangan zaman ataupun perusahaan baru yang menawarkan berbagai macam fasilitas dan kemudahan yang baru bagi para wisatawan. Hal tersebut tentu saja menjadi salah satu tantangan yang berat bagi ASITA.
Perusahaan yang bergerak di dalam bidang wisata memiliki banyak sekali tantangan jika takut untuk bersaing dan tidak berkembang dalam bidang teknologi. Kerugian yang pasti dialami adalah dalam bidang keuangan karna adanya pemotongan biaya operasional dengan cara mereka memotong harga tiket dan berbagai macam paket pariwisata jika ingin tetap menarik konsumen untuk menggunakan jasa travel ASITA.
Solusi dari permasalahan tersebut tentu saja tidak mudah dan menjadi bahan pikiran perusahaan ASITA hingga saat ini. Apalagi dengan banyaknya jumlah anggota yang dimiliki oleh ASITA saat ini. Usaha yang dapat ASITA lakukan adalah dengan memanfaatkan berbagai macam platform sosial media dengan pertimbangan bagaimana mereka melakukan branding yang cepat serta tepat.
Menurut Kotler dan Keller (2009), citra merk atau brand image merupakan persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh konsumen, seperti yang dicerminkan oleh oleh asosiasi yang tertanam dalam ingatan sebuah konsumen. ASITA dapat melakukan branding secara tepat dan juga melakukan asosiasi pelatihan bagi para anggotanya sehingga dapat siap dalam bersaing dengan perusahaan wisata lainnya.
Daftar Pustaka:
https://travel.tempo.co/read/1292364/menggairahkan-mice-yogyakarta-butuh-venue-lebih-banyak