Penyebaran Guru Honorer ke Wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar)
Jika mendengar daerah 3T apa yang kalian pikirkan? Sebagian besar dari kalian pasti akan mengatakan tentang daerah dengan letak wilayah yang terpencil, daerah dengan angka kemiskinan yang masih tinggi, pendidikan yang buruk dan tertinggal, Indonesia Timur, dan lain-lain.
Memang sudah menjadi rahasia umum bahwa isu 3T masih menjadi masalah yang terus diupayakan oleh pemerintah untuk diatasi demi mewujudkan Indonesia yang lebih maju.
Daerah 3T adalah daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal. Pada 2020 peraturan presiden nomor 63 tahun 2020 menetapkan terdapat 62 daerah tertinggal yang tersebar di 11 provinsi di Indonesia. Padahal saat ini kementerian PPN/Basenas sedang menggalakkan program Sustainable Development Goals (SGDs) menuju Indonesia emas 2045 yaitu negara yang makmur, berdaulat, dan maju. Salah satu indikator untuk membantu mewujudkan cita-cita Indonesia emas berkelanjutan 2045 itu ialah memajukan pendidikan dengan memperbaiki kualitas serta pemerataan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia tak terkecuali daerah 3T.
Daerah 3T justru harus lebih diperhatikan pemerataannya sebab daerah tersebut memilik SDM yang jauh tertinggal daripada daerah-daerah yang lain. Padahal SDM di suatu negara merupakan aset yang sangat penting bagi suatu negara tersebut. Mendapatkan pendidikan juga merupakan hak setiap warna negara sebagaimana yang termuat dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945.
Pada tahun 2022 terdapat 117 ribu lowongan yang kosong di daerah 3T itu artinya jumlah guru yang dibutuhkan untuk daerah terpencil sangatlah besar.
Pemerataan pendidikan salah satunya diwujudkan dengan keberadaan tenaga pendidik yang yang menyebar secara rata dan memadai hingga tercapai rasio pendidik dan siswa yang ideal. Namun, hingga saat ini permasalahan yang masih terjadi adalah tenaga pendidik yang enggan untuk mengabdi di daerah 3T dengan berbagai alasan. Menurut Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan sebanyak 117.939 formasi yang tidak dilamar sama sekali oleh guru dalam seleksi PPPK karena berada di daerah 3T. Hal tersebut menyebabkan kurangnya tenaga pendidik di daerah 3T yang berdampak pada keberlangsungan sekolah di daerah 3T serta para siswa.
Maka, dengan adanya pemerataan guru honorer di daerah 3T menjadi salah satu solusi kurangnya tenaga pendidik yang mau mengajar di daerah 3T. Sebab daerah tersebut rawan SDM rendah keberadaan pemerataan guru honorer bisa membantu terwujudnya kesetaraan akses pendidikan bagi pelajar di daerah tersebut. Ketulusan dan keikhlasan pengabdian oleh guru honorer pun menjadi hal inspiratif bagi kita semua. Kegiatan mulia itu juga berhasil menghidupkan kegiatan edukasi di wilayah 3T serta mencerdaskan putra-putri setempat. Semangat dan dedikasi dari guru honorer tentu membawa dampak yang positif secara tidak langsung kepada para siswa maupun lingkungan sekolah. Seperti yang termuat dalam artikel PENDIDIKAN PILIHAN "Eksistensi Guru Honorer dalam Keberlangsungan Sekolah 3T" yang membahas perihal keberlangsungan kegiatan sekolah SD N 05 Ransi Dakan ketika hanya dipegang oleh dua orang guru honorer.
Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pemerataan guru honorer di daerah 3T merupakan hal yang tepat untuk dilakukan ditengah urgensi isu pendidikan yang kurang merata di Indonesia dan sekaligus bisa memberikan kontribusi untuk turut mewujudkan Indonesia emas 2045. Selain itu, pengabdian sebagai guru honorer di daerah 3T bisa menambah pengalaman,meningkatkan skills, hingga memacu jenjang karir yang lebih baik terbukti dengan kepedulian pemerintah terhadap pengabdian guru honorer di daerah terpencil dengan memberikan program khusus afirmasi untuk PPPK dan penyaluran bantuan intensif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H