Lihat ke Halaman Asli

Fanesya Fasya

Mahasiswa

Hidup Sebagai Pemulung Sampai Terjatuh Sakit Tetap Menghidupi Kedua Anaknya

Diperbarui: 16 Januari 2024   08:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Di kegelapan malam, seorang kakek pemulung di komplek Cijambe Indah, Ujung Berung, Bandung bernama Pak Jana yang bertahun-tahun hidup sebagai pemulung untuk menghidupi kesehariannya. Terlihat berjalan menyusuri jalanan yang sepi. Dengan tangannya yang kasar ia meraih setiap serpihan kehidupan yang berserakan d antara sampah - sampah. Langkah lambatnya dipenuhi serangan lembut dan rintik hujan yang tiada henti.

Setiap malam Pak Jana berusaha mengumpulkan barang-barang bekas sebanyak-banyaknya, padahal usia senja sudah lewat. Matanya yang lelah mencerminkan kisah hidup yang tidak pernah mudah. Baginya, setiap kaleng dan karton yang dikumpulkannya merupakan harapan bagi anak cucunya yang tertidur dalam keadaan lapar.

Keluarganya menunggu dengan tidak sabar di rumah kecil dan bobrok itu. Meski sudah berusaha semaksimal mungkin, namun seringkali hasil penjarahan yang dilakukan Pak Jana hanya cukup untuk bertahan hidup dan tidak mampu mewujudkan cita-citanya. Namun setiap senyuman dan pelukan hangat anak-anaknya membuatnya melupakan kesulitan yang menimpanya.

Suatu sore, saat hujan deras, Pak Jana pulang dalam keadaan basah kuyup. Tangannya gemetar saat memaparkan hasil pendapatannya kepada istrinya sekitar Rp.10.000 - Rp.15.000 per harinya, Ibu Sukma yang memandangnya penuh kasih sayang. Anak-anak yang terbangun karena kehadiran ayahnya, menyambutnya dengan senyuman kecil.

Rizky dan Putra adalah kedua anak yang sangat Pak Jana sayangi. Rizky yang berumur 12 tahun dan Putra yang berumur 10 tahun. Rizky dan Putra terlihat sering kali membantu ayahnya yang sedang mencari kaleng dan botol di tempat sampah.  

Namun, suatu hari kabar buruk datang begitu saja. Pak Jana menderita sakit parah karena kedinginan dan kelemahan fisik yang sudah lama mereda selama bertahun-tahun. Saat dia terbaring lemah di tempat tidur, dia menatap keluarganya dengan muram. Ia mengetahui bahwa beban hidup menjadi semakin berat dan tanggung jawab ini harus segera dipikul oleh keturunannya.

Dalam kondisi yang sudah tak berdaya-pun, Pak Jana tetap mencari serpihan sampah yang dapat ia jual Kembali agar mendapatkan uang untuk membiayai keluarganya. Sakit yang begitu dalam tidak membuatnya menyerah, karena baginya kebahagiaan anak dan istri adalah hal yang utama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline