Lihat ke Halaman Asli

Fanesa Oktavia

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 21107030005

Volume Azan Dibatasi?

Diperbarui: 25 Februari 2022   09:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Curup Ekspress

Menteri agama Yaqub Cholil Qoumas menerbitkan aturan baru mengenai penggunaan pengeras suara di masjid. Sejalan dengan turunnya surat edaran Nomor SE 05 Tahun 2022  tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala, volume azan kini hanya dibatasi 100 db saja (desibel). Tidak hanya itu, beliau juga menuturkan bahwa untuk azan, pengajian dan acara lainnya harus memperhatikan kualitas rekaman, waktu dan bacaan akhir ayat serta selawat dan tarhimnya.

Dalam aturan itu disebutkan, pengeras suara di masjid juga akan dipisah menjadi dua bagian. Pemasangan pengeras suara akan  dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar, dengan perangkat pengeras suara yang difungsikan/ diarahkan ke dalam ruangan masjid/musala. Kedua pengeras tersebut memiliki fungsi yang berbeda dan memiliki pengaturan tersendiri.

Sedangkan durasi pembacaan ayat Al Qur’an atau selawat tarhim sewaktu subuh akan dibatasi 10 menit saja dan saat salat subuh berlangsung hanya diperbolehkan menggunakan pengeras suara dalam. Untuk salat Zuhur, Ashar, Magrib dan Isya selawat dan tarhim hanya dikumandangkan selama 5 menit saja menggunakan pengeras luar. Sama halnya dengan salat Jumat, salawat akan diputar selama 10 menit sebelum salat.

Penggunaan pengeras suara luar hanya dipergunakan untuk acara besar keagamaan, seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Sedangkan pelaksanaan takbir di kedua hari raya tersebut hanya diperbolehkan sampai jam 22.00. Dan setelah itu takbir bisa dilanjutkan menggunakan pengeras suara dalam. Sementara untuk pelaksanaan salatnya, dapat menggunakan pengeras suara luar.

Latar belakang penetapan aturan ini adalah penggunaan pengeras suara masjid untuk azan yang merupakan kebutuhan umat Islam sebagai salah satu media syiar di tengah masyarakat. 

Dilansir dari laman pikiran rakyat.com dalam situs resmi Kementerian Agama (Kemenag) pada Rabu, 23 Februari 2022 kemarin, aturan tersebut dibuat demi memastikan pengeras suara masjid tidak menimbulkan potensi gangguan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan dalam masyarakat. Karena itulah, penggunaan pengeras suara di masyarakat harus dibatasi sesuai dengan ketetapan pemerintah.

"Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antar warga masyarakat," kata Yaqut dalam keterangan resminya

Dilansir dari laman CNN Indonesia surat edaran yang terbit 18 Februari 2022 itu ditujukan bagi Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Dewan Masjid Indonesia, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan takmir/pengurus masjid dan musala di seluruh Indonesia. Selain itu sebagai tembusan, aturan ini juga ditujukan kepada seluruh kepala daerah baik gubernur maupun wali kota / bupati di seluruh Indonesia.

“Pedoman ini agar menjadi pedoman dalam penggunaan pengeras suara di masjid dan musala bagi pengelola (takmir) masjid dan musala dan pihak terkait lainnya," tutur Yaqut, sebagaimana yang disebutkan dalam laman sindonews.com

Penggunaan pengeras suara masjid yang tanpa aturan memang mendapat banyak keluhan. Bukan hanya dari kalangan non muslim tetapi juga umat Islam sendiri. Sampai-sampai media asing membuat laporan yang berjudul "Kesalehan atau polusi suara? Indonesia atasi reaksi volume adzan" yang diterbitkan pada pertengahan Oktober 2021 lalu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline