Resensi buku Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal di Solopos 15 Mei 2011. Indonesia kaya akan seni hiburan dan tradisi lokal. Tak terhitung jumlahnya. Kadang-kadang bangsa kita tak sadar kan hal ini. Sebagian produk budaya tersebut masih bertahan di tengah gempuran budaya populer. Sebagian lain, pelan tapi pasti, makin surut dan akhirnya mati. Ketidakmengertian terhadap produk seni, hiburan, tradisi lokal sendiri ini cukup memrihatinkan. Kita baru sadar setelah produk budaya kita diklaim negara lain. Ramai-ramai mengecam, berdemo dan sebagainya. Padahal bisa jadi klaim itu muncul karena kita tak peduli dengan produk budaya sendiri. Banyak cara untuk menunjukkan kepedulian terhadap eksistensi produk budaya itu. Fandy Hutari mewujudkan dengan menulis. Buku di hadapan pembaca ini merupakan kumpulan esai yang tersebar di berbagai media. Buku ini terdiri atas lima bagian. Bagian I: Panggung sandiwara kita. Bagian II : Budaya lokal. Bagian III : Di sekitar kita. Bagian IV : Jangan lupakan. Bagian V : Pancaran layar putih. Esai-esai tersebut umumnya berkisah tentang seni pertunjukan, baik berbentuk sandiwara, film bisu, hingga film modern. Sebagian lainnya berbicara tentang tradisi-tradisi lokal yang hampir punah, seperti kudang renggong, sintren, cikeruhan, dan lain-lain. Ada juga tradisi lain seperti panjat pinang, topeng monyet, gasing dan sebagainya. Produk budaya yang ditulis Fandy Hutari terkait budaya dari tanah Sunda, Jawa Barat. Karena penulisnya memang sangat tertarik dengan budaya dari daerah itu. Hiburan Masa Lalu dan Tadisi Lokal : Kumpulan Esai Seni, Budaya, dan Sejarah Indonesia/Fandy Hutari/INSIST Press Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H