Lihat ke Halaman Asli

Fandy Arrifqi

Mahasiswa

Dakwah Politik: Penggunaan Agama sebagai Instrumen Mobilisasi Politik oleh Partai Keadilan Sejahtera

Diperbarui: 19 Agustus 2021   15:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendahuluan

Dalam sistem demokrasi, partai politik berperan sebagai perantara masyarakat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan. Melalui mekanisme pemilu, masyarakat dapat memberikan suara kepada partai politik yang dianggap mewakili kepentingannya. Oleh sebab itu, partai politik berusaha untuk membangun hubungan dengan masyarakat. Usaha partai politik untuk membangun hubungan dengan masyarakat dilakukan dengan melakukan rekrutmen dan pendidikan kader (Budiardjo, 2008).

Di Indonesia, partai yang masif melakukan rekrutmen dan pendidikan kader adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI melakukan rekrutmen dan pendidikan kader melalui organisasi-organisasi underbouw-nya seperti Lekra, Pemuda Rakjat, Gerwani, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Melalui organisasi underbouw ini, PKI melakukan rekrutmen dan pendidikan kader kepada masyarakat sesuai segmentasi dari masing-masing organisasi underbouw.

Dibubarkannya PKI dan naiknya rezim orde baru merubah tatanan partai politik yang ada di Indonesia. Partai politik disederhanakan menjadi tiga partai politik saja. Selain itu, ada juga kebijakan massa mengambang. Kebijakan massa mengambang ini menyebabkan partai politik kehilangan ikatannya dengan masyarakat (Budiardjo, 2008).  

Runtuhnya rezim orde baru dan dimulainya periode reformasi kembali mengubah tatanan partai politik di Indonesia. Masyarakat diizinkan kembali untuk mendirikan partai politik. Akibatnya, jumlah partai politik peserta Pemilu tahun 1999 melonjak sampai 48 partai (Budiardjo, 2008). 

Walaupun jumlah partai meningkat drastis, dikotomi ideologi partai politik terbatas pada dua kutub saja, yaitu partai nasionalis dan partai Islam. Dikotomi ideologi ini sendiri tidak kaku dan bersifat fleksibel. Artinya, partai nasionalis dan partai Islam bisa saja berkoalisi satu sama lain. Hal ini disebabkan adanya pergeseran partai ke tengah dan menjadi catch-all party (Mietzner, 2008).

Salah satu partai yang berdiri di era reformasi adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS merupakan partai Islam yang berdiri tidak lama setelah rezim orde baru runtuh. Tulisan ini akan membahas perkembangan PKS dari awal pendirian sampai saat ini. Cakupan pembahasan tulisan ini akan berfokus pada analisis proses rekrutmen dan mobilisasi kader yang dilakukan oleh PKS.  

Landasan Teori

Mengutip dari Heidar (2006), keanggotaan partai politik adalah hubungan formal antara seorang individu dengan partai politik sebagai sebuah organisasi. Dengan adanya hubungan formal ini, seorang anggota partai politik akan mendapatkan hak dan kewajibannya dalam partai politik tersebut. 

Salah satu contoh hak dan kewajiban tersebut adalah hak untuk ikut memutuskan kebijakan partai politik dan kewajiban untuk membayar iuran rutin. Oleh karena itu, partai politik biasanya melakukan pencatatan terhadap anggotanya.

Selain bersifat individual, keanggotaan partai politik juga bisa bersifat kolektif. Keanggotaan kolektif partai politik berupa hubungan antara partai politik dengan organisasi non-partai lain. Hubungan antar organisasi ini biasanya berlandaskan pada kesamaan ideologi dan arah gerak. Salah satu contohnya adalah hubungan antara partai sosialis dengan serikat pekerja. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline