Lihat ke Halaman Asli

Fandy Arrifqi

Mahasiswa

Demokrasi: Dari Siapa, Oleh Siapa, Untuk Siapa? (Part 1 Studi Kasus RUU Cipta Lapangan Kerja)

Diperbarui: 27 Maret 2020   21:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrasi seringkali dianggap sebagai sistem pemerintahan yang paling baik dan ideal. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya negara di dunia yang menganut sistem demokrasi. Kekuasaan yang berpusat pada rakyat dianggap paling adil karena tidak ada lagi monopoli kekuasaan seperti dalam sistem monarki ataupun aristokrasi. Namun, demokrasi tetaplah produk buatan manusia. Ia tetap memiliki kekurangan.

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang berarti kekuasaan rakyat. Abraham Lincoln memaknai demokrasi sebagai from the people, by the people and for the people (dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat). Demokrasi lalu terbagi menjadi dua, yakni demokrasi langsung dan tidak langsung. Demokrasi langsung adalah praktek demokrasi dimana semua orang benar-benar terlibat dalam pengambilan keputusan di tingkat negara. Demokrasi cara ini hanya berlaku di Yunani kuno dengan negara-kotanya. Penduduknya yang sedikit memungkinkan dilaksanakannya demokrasi dengan cara ini. Sedangkan demokrasi tidak langsung adalah demokrasi yang dilaksanakan melalui perwakilan-perwakilan masyarakat. Cara ini ditempuh karena banyaknya rakyat dalam suatu negara sehingga tidak memungkinkan dilaksanakannya demokrasi secara langsung.

Dengan adanya demokrasi, maka (secara teoritis) monopoli kekuasaan akan hilang. Kekuasaan tidak lagi dimonopoli oleh raja atau sekelompok kecil bangsawan, tapi dimiliki oleh rakyat secara keseluruhan. Maka, dengan dimilikinya kekuasaan oleh rakyat, segala kebijakan yang dikeluarkan negara pasti berorientasi pada kepentingan rakyat.

Pertanyaannya adalah, siapa rakyat yang dimaksud dalam demokrasi? Memang kekuasaan dimiliki oleh rakyat, tapi oleh rakyat yang mana? Sebagaimana kita ketahui, rakyat terdiri dari berbagai golongan dan kelas sosial. Tiap-tiap golongan dan kelas sosial ini tentu memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan tak jarang saling bertentangan. Memang dalam demokrasi terdapat peraturan majority rule. Tapi, siapa yang disebut dengan mayoritas itu? Apakah mayoritas secara jumlah atau secara pengaruh? Dan jika mayoritas yang berkuasa, apakah pantas demokrasi menyebut dirinya pemerintahan dari rakyat?

Ketidakjelasan demokrasi dalam mendefinisikan rakyat akan membawa masalah ke depannya. Sebagai contoh adalah RUU cipta lapangan kerja (cilaka). RUU cilaka ini dianggap sangat menguntungkan pengusaha dan merugikan kaum buruh. Pengusaha dan buruh adalah sama-sama rakyat. Di sinilah letak kekurangan dari sistem demokrasi. Tidak adanya definisi yang jelas mengenai rakyat mengakibatkan segala aturan dapat dengan seenaknya dikeluarkan pemerintah. Tiap-tiap aturan yang dikeluarkan akan membawa kepentingan suatu golongan dan berdampak buruk terhadap golongan lain namun tetap dalam lindungan nama baik demokrasi. RUU cilaka tidak menyalahi aturan demokrasi karena ia membawa kepentingan rakyat.

Aturan majority rule pun juga bermasalah. Buruh memiliki jumlah massa yang lebih banyak sedangkan pengusaha memiliki pengaruh yang lebih luas. Maka, mayoritas seperti apa yang akan diutamakan oleh demokrasi? Dalam kasus ini, pengusaha lah yang diutamakan. Padahal, yang terkena dampak buruk lebih luas adalah kaum buruh yang memiliki jumlah massa yang lebih besar.

Proses demokrasi yang digambarkan oleh Abraham Lincoln pun tidak memberikan kejelasan pada sistem demokrasi ini. Sekali lagi kita ambil contoh RUU cilaka. Menurut kabar, kaum buruh tidak diikutsertakan dalam perumusan RUU ini. Walaupun tampak tidak adil, proses perumusan ini tetap sesuai dengan semangat demokrasi. Hal ini disebabkan anggota DPR juga merupakan bagian dari rakyat. Artinya, unsur by the people masih terpenuhi.

Kekurangan inilah yang harus segera kita perbaiki. Janganlah kita berpuas dengan hanya diterapkannya demokrasi pasca pemerintahan otoriter orde baru. Jika kekurangan ini tidak segera diperbaiki, maka tidak menutup kemungkinan akan semakin banyak aturan-aturan yang merugikan sebagian besar rakyat dikeluarkan dengan tetap berlindung dibawah nama baik demokrasi. Nasib sebagian besar rakyat dikorbankan demi kepentingan sebagian kecil rakyat, yang mana masih sama-sama rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline