Dik, apa kabarmu?
Masih cengeng? Atau kau sudah berani ke kamar mandi sendiri?
Biarkan saja kamarmu jarang kau rapihkan, agar aku tau kau masih ada.
Maafkan kakakmu ini, jika aku terlalu sibuk menjadi dewasa, sehingga mengunjungi masa kanakmu saja tiada sempat.
Maafkan pula kakakmu ini, sebab sering lupa sudah kelas berapa kau sekolah.
Pukul 2.14 , aku terjaga dari rintihan dini hari, kau mungkin masih terlelap saat itu, atau mungkin juga kau sedang kegerahan berada dipelukan ibu.
Dik, jangan terburu - buru ingin menjadi dewasa, temani ibu di masa rentanya. Sebab ia akan sibuk menata sepi, saat anak - anaknya lupa jalan kembali.
Dik, akan ku beri tau satu hal.
Kelak ketika ibu berpulang, menangislah dengan keras, menangislah seperti pertama kali kau tidak rela bertemu dunia.
Dan barangkali di kemudian hari bapak lebih sering sakit - sakitan, jangan kau caci ia sebab pola makan masa mudanya tidak teratur, ia hanya ingin kau punya rasa bangga menjadi anaknya.
Jangan kau dengarkan bisikan tetangga, perihal kita adalah tiri semata, kau harus tau bahwa kita dipelihara dari rahim yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H