Lihat ke Halaman Asli

[Fiksi Fantasy] Perempuan Salju

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Falsist Hafidz Bluesboy

Dahulu kala, hiduplah seorang perempuan bernama Sande. Dia tinggal berdua bersama cucu perempuan semata wayangnya, Jelena, di sebuah desa kecil bernama Oymyakon. Oymyakon adalah desa terpencil di kaki bukit, dikelilingi hutan dan sungai-sungai kecil tempat para penduduk menggantungkan hidupnya. Namun walaupun Oymyakon terpencil, tanah di desa itu sangat subur.

Demi menghidupi dirinya dan cucu kesayangan, Sande bekerja di ladang yang terletak di pinggir hutan sebelah utara desa, menanam berbagai macam sayuran dan juga buah-buahan yang  dapat dijual di pasar. Dia selalu membawa Jelena di gendongannya, ke mana pun Sande pergi. Jelena, bagi Sande, adalah sebuah sinar terang yang selalu dapat menunjukkan jalan dalam kegelapan. Bagi Sande, Jelena merupakan Matahari yang selain bersinar terang, juga bisa menghangatkannya, terlebih setelah ibu Jelena—yang merupakan anak kandung satu-satunya—meninggal saat melahirkan Jelena. Sedangkan ayah Jelena meninggal akibat kecelakaan saat cucunya masih berada dalam kandungan.

Jelena tumbuh menjadi anak yang cantik dan penyayang. Sande sangat mencintainya. Dia mengajarkan banyak hal kepada Jelena; membaca, menulis, berjalan, dan banyak hal yang biasa diajarkan seorang ibu kepada anaknya, nenek kepada cucunya. Kadang Sande cukup kewalahan mengikuti langkah lincah dan keingintahuan yang besar dari cucunya itu. Saat musim panas tiba, Sande akan mengajak Jelena ke pasar membeli gulali. Jelena sangat menyukai gulali yang dibentuk menjadi bunga berwarna-warni. Kadang Sande dan Jelena pergi ke kebun. Jelena akan berlari-larian di sekitar kebun, atau menangkapi capung berwarna-warni yang terbang di area perkebunan, sementara Sande, neneknya, memetik hasil kebun mereka. Sande sangat bahagia menjalani hidupnya bersama Jelena. Tak ada satu hari pun yang dilalui Sande tanpa kehadiran Jelena di sampingnya. Nenek dan cucu itu seakan tidak bisa terpisahkan, bahkan oleh takdir sekalipun.

Sayangnya, kehidupan bahagia Sande tidak berlangsung lama.

Kejadian itu bermula ketika pada suatu sore di musim dingin, saat Sande mengajak Jelena pergi ke ladang untuk memetik hasil kebun, tanpa disadari, Jelena lepas dari pengawasan Sande.

Saat itu, Jelena mendengar suara rengekan seekor anak hewan dari belakang gubuk tempat dia dan neneknya biasa menghabiskan waktu istirahat. Jelena mencari-cari sumber suara itu. Dia mendapati seekor anak anjing yang sepertinya terpisah dari keluarganya. Jelena mendekati anak anjing berbulu kelabu tebal itu.

“Jangan takut, Anak Anjing ... aku akan menolongmu,” kata Jelena sambil mengulurkan tangannya, mencoba meraih anak anjing yang sedang meringkuk di halaman belakang gubuk.

Namun anak anjing itu seperti ketakutan saat melihat Jelena.

“Tidak perlu takut,” ucapnya lagi, “aku akan membawamu pulang.”

Si anak anjing itu bangun dan berlari menjauhi Jelena, dia pun mengejarnya.

Sementara itu, Sande yang sedang asyik memetik sayuran untuk dibawa pulang, tidak menyadari bahwa cucu kesayangannya telah pergi jauh meninggalkannya masuk ke hutan. Lalu lama-kelamaan, Sande menyadari bahwa suara Jelena tidak lagi didengarnya. Sande mencari-cari dimana Jelena berada.

“Jelena! Jelena ....!”

Dia terus berteriak-teriak memanggil nama cucu kesayangannya itu. Mengelilingi setiap inci kebun yang cukup luas. Namun hingga matahari menyisakan pendar merah samar di cakrawala, Jelena tetap tak terlihat. Sande sangat kebingungan. Dengan menangis dan setengah putus asa, Sande pulang ke rumahnya, meminta bantuan dari penduduk desa.

Malamnya, beberapa pria dengan berpakaian mantel tebal yang melilit tubuh, membantu pencarian Jelena. Mereka membawa obor dan beberapa membawa senapan. Ada pula yang membawa anjing-anjing peliharaan mereka. Mereka mencari di sekeliling desa, di perkebunan, di sungai, dan sampai masuk jauh ke dalam hutan. Namun, setelah beberapa lama pencarian, Jelena tetap belum ditemukan. Sementara itu, udara malam di musim dingin semain terasa menembus pakaian-pakaian tebal, menusuk pori-pori hingga ke tulang.

“Nek, sebaiknya kita pulang dulu malam ini, kita lanjutkan besok pagi,” salah seorang diantara mereka mengusulkan.

“Tidak!” kata Sande. “Kita harus menemukan Jelena. Aku tak akan membiarkan cucuku sendirian di luar sini, kedinginan.”

“Tapi hari sudah malam, Nek, kita lanjutkan pencarian ini besok.” Seseorang yang lain ikut bersuara.

Malam semakin larut. Angin disertai butiran salju semakin terasa membekukan aliran darah. Pencarian Jelena kembali dihentikan.

“Nek, sebentar lagi akan datang badai, sebaiknya pencarian ini kita lanjutkan besok pagi.”

“Tidak—“

“Tapi, Nek, kami sudah tak kuat lagi menghadapi cuaca dingin ini”

“Tidak ... tolonglah ... aku mohon pada kalian, aku tidak bisa meninggalkan Jelena sendirian di luar sini.”

“Tapi kami juga memiliki keluarga di rumah,” kata seseorang.

“Iya, Nek, benar,” timpal yang lainnya.

“Maaf, Nek, kami tidak bisa melanjutkan pencarian malam ini. Cuaca semakin tidak bersahabat.”

Beberapa orang saling berbicara, Sande tak bisa menangkap kegaduhan itudengan jelas.

“Kami akan melanjutkan pencarian ini besok, Nek. Sekarang mari kita kembali ke desa.” Beberapa orang mulai beranjak pergi meninggalkan Sande.

“Tuan-tuan ... tolonglah ....” Sande menjatuhkan lututnya ke tanah yang diselimuti salju. Namun mereka terus berjalan meninggalkan Sande yang tampak sedih dan kebingungan. “Tuan-tuan ...” suara Sande bergetar dan semakin meninggi. Beberapa menoleh dan memandang Sande dengan tatapan iba, beberapa lainnya terus melangkah tanpa memedulikan keadaan Sande. Dia menangis tersedu hingga para penduduk desa meninggalkannya.

Sande kembali melakukan pencarian Jelena seorang diri di tengah tiupan angin kencang disertai butiran-butiran salju yang menampar tubuh dan juga wajah Sande. Dia terus melangkah dengan gontai, masuk semakin dalam ke hutan sambil meneriakkan nama Jelena. Tak ada yang dipikirkannya lagi selain keselamatan cucu kesayangannya itu. Dia terus mencari dan mencari. Siang, malam, pagi, petang, setiap waktu. Berpindah dari desa satu ke desa lain, dari hutan stu ke hutan lainnya. Kadang dia berhenti sekadar untuk menangis. Suara tangisan itu sangat memilukan siapa pun yang mendengarnya. Kadang dia juga meraung-raung penuh kemarahan, mengutuki orang-orang yang enggan membantunya menemukan Jelena.

Konon katanya, Sande masih hidup sampai saat ini. Dia akan membawa anak kecil yang masih berada di luar rumah saat matahari telah teggelam. Atau dia akan membuat orang-orang tersesat saat badai salju tiba.

Sementara itu, Oymyakon yang berarti air yang tidak pernah beku, menjadi sebuah desa yang selalu beku. Di desa ini, badai salju datang tanpa bisa diduga, bahkan di hari tercerah sekalipun. Cuacanya sangat dingin sepanjang tahun. Cahaya matahari yang menyinarinya tak mampu menghangati Oymyakon. Bahkan saat musim dingin tiba, hampir tak ada aktivitas di desa itu. Oymyakon seperti sebuah desa mati. Sungai-sungai dan danau membeku, jalanan sepi tak berpenghuni karena hewan-hewan yang menarik kendaraan pun tak mampu menahan dinginnya. Apa pun barang-barang yang berada di luar rumah, akan membeku dengan cepat. Dendam Sande terhadap Desa Oymyakon membuat para penduduknya berjuang lebih keras dibanding dessa-desa lain di sekitarnya.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline