Lihat ke Halaman Asli

Rita Mf Jannah

Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Peleburan Lembaga Eijkman Sama Seperti Nasib KPK?

Diperbarui: 4 Januari 2022   22:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gedung Lembaga Eijkman (pic: republika.co.id)

BRIN harus memikirkan nasib para pegawai dan ilmuwan Eijkman usai adanya peleburan agar tidak ada kesan menyingkirkan seperti kasus TWK pegawai KPK beberapa waktu lalu

Tahun baru 2022 dikejutkan dengan salam perpisahan dari Tim Waspada COVID-19 Lembaga Eijkman (WASCOVE) karena melebur ke dalam  Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sehingga mulai 1 Januari 2022, kegiatan deteksi COVID-19 di PRBM Eijkman diambil alih oleh Kedeputian Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN.

Penyebab peleburan terjadi akibat integrasi Kemenristek dan empat lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) ke BRIN. Untuk kemudian status Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman berubah menjadi PRBM Eijkman di bawah Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati.

Lembaga Eijkman dan nasib pemimpinnya di zaman Jepang

Lembaga Eijkman telah ada sejak zaman Belanda menguasai tanah air, pendirinya tentunya ilmuwan-ilmuwan besar Belanda. Hingga kemudian saat bercokolnya Penjajah Jepang di Indonesia, dr Achmad Mochtar merupakan pribumi pertama yang memimpin Lembaga Eijkman, namun wafat dipancung akibat difitnah tentara Jepang.

Dalam buku 'Eksperimen Keji Kedokteran Penjajahan Jepang: Tragedi Lembaga Eijkman dan Vaksin Maut Rmusha 1944-1945' karya Profesor J. Kevin Baird dari Oxford dan Direktur Eijkman era Presiden Soeharto, Sangkot Marzuki, dikemukakan bahwa dokter Achmad Mochtar dipaksa mengaku bersalah menyabotase vaksin penyebab tewasnya ratusan romusa di Klender. 

Buku yang berfokus pada hipotesis kecelakaan pembuatan vaksin TCD (tifus-kolera-disentri) penyebab 900 romusa di Kamp Klender tewas pada awal Agustus 1944 setelah menerima vaksin TCD, mereka kejang-kejang karena ternyata mengidap tetanus akut. Tidak main-main, Sangkot dengan dibantu J Kevin Baird  menghabiskan waktu hampir 65 tahun meneliti dan mengumpulkan data terkait kematian Mochtar.

Akibat tewasnya 900 romusa di Kamp Klender itu, Jepang menjadikan Mochtar beserta para ilmuwan lainnya sebagai kambing hitam dengan menangkap dan menyiksanya. Hingga kemudian, Mochtar rela mengakui tuduhan tersebut demi menyelamatkan kawan-kawan ilmuwannya. Akibatnya setelah 10 bulan dipenjara disertai siksaan tak manusiawi, Mochtar dipancung pada 3 Juli 1945 di sebuah pohon di Everald Ancol. Tragisnya keberadaan mayat Mochtar baru diketahui pada 2010.

Peleburan bukan tanpa syarat

LBM Eijkman dikenal sebagai lembaga penelitian pemerintah yang bergerak di bidang biologi molekuler dan bioteknologi kedokteran. Lembaga ini dulu bernaung di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi. Eijkman telah meneliti banyak hal, termasuk yang terkait penanganan pandemi COVID-19. Pada bulan September 2021, nama LBM Eijkman berubah menjadi Pusat Riset Biologi Molekular (PRBM-Eijkman)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline