Hubungan ibu mertua dengan menantu perempuan sering kurang harmonis akibat siklus bulanan yang mengaduk-aduk perasaan karena hormon pra menstruasi membuat emosi labil.
Bukan hal mudah untuk menyatukan dua generasi berbeda usia dengan latar belakang kepribadian yang berbeda. Namun, terkadang demi sebuah hubungan, hal-hal egois terpaksa harus dikalahkan, seperti saat para orangtua demi kasih sayangnya yang tulus pada anak-anaknya, harus bersedia mengalah dengan menerima menantu masuk menjadi anggota keluarga barunya.
Demikian juga tak berbeda jauh dengan orangtua, para menantu, demi cinta pada pasangannya, harus dapat menerima keberadaan orangtua dari pasangannya.
Mungkin pada awalnya bukan hal mudah, akan terjadi benturan dan riak di sana sini, apalagi jika sebuah pernikahan berdasar keterpaksaan karena anak terlanjur suka, sehingga mau tak mau orangtua harus menerima kehadiran keluarga baru dalam kehidupan.
Pengaruh hormon pra menstruasi
Tak jarang, meskipun kebersamaan telah berjalan seiring waktu, tetapi sesuatu yang memang tidak akur, akan sulit untuk diakurkan. Sesuatu yang dipaksakan untuk harmonis justru akan terlihat berantakan pada akhirnya.
Lebih-lebih bila hubungan tersebut antara mertua dengan menantu, terutama mertua perempuan dengan menantu perempuan yang kadang akibat perubahan hormon menjelang menstruasi, menciptakan sikap yang lebih berdasar perasaan daripada pikiran.
Pertentangan dan ketidakcocokan antara mertua dan menantu jarang ditemui pada mertua pria dengan menantu lelakinya, tapi justru sangat kerap djumpai pada mertua perempuan dan menantu perempuan. Kenapa hal ini bisa terjadi?
Sebagaimana kita ketahui kaum hawa sudah pasti setiap bulan mengalami rutinitas menstruasi. Bukan rahasia lagi jika kondisi pra menstruasi membawa banyak dampak perubahan hormon pada makhluk Tuhan penuh kelembutan ini.
Keadaan pra menstruasi sering membuat wanita berbuat hal yang tidak masuk akal, bahkan di luar kontrol kendalinya akibat pengaruh hormon yang dialami menjelang tamu rutin bulanan.