Cinta segitiga tidak akan terjadi bila kedua belah pihak saling mencintai, bukan cinta bertepuk sebelah tangan, ataupun pura-pura mencintai. Jika hanya satu pihak yang mencintai, maka cinta segitiga kemungkinan besar akan terjadi
Cinta segitiga, kata siapa tidak asyik? Asyik banget lho! Asalkan kita yang dicintai.
Dicintai oleh lebih dari satu orang memang menarik, meskipun cinta segitiga dianggap keterlaluan, namun akan lebih keterlaluan lagi jika cinta berubah menjadi segiempat, segilima, segienam, bahkan lebih banyak lagi karena terlalu banyak yang mencintai.
Tetapi dengan sikap kelewatan memberi harapan palsu (PHP) pada semua pihak, maka akan menimbulkan persoalan jika kita berada di posisi yang diduakan, ditigakan atau diempatkan, dan seterusnya. Saat itulah akan terasa jengkel, harga diri diremehkan, dan berbagai perasaan terluka lainnya.
Cinta bertepuk sebelah tangan
Terkadang tidak mudah mendefinisikan cinta segitiga bila salah satu pihak merasa tidak ada ikatan cinta di antara mereka, namun pihak yang mencintai diam-diam akan menunjukkan bahwa dia sebagai pihak yang tersakiti ketika yang dicintai menjalin kekaraban dengan orang lain. Hal seperti ini sering saya alami, bahkan saat masih bersekolah.
Saya termasuk orang yang sering dituduh melakukan cinta segitiga, meskipun saya merasa tidak melakukannya. Awalnyal saat sekolah dasar (SD). SD sudah kenal cinta?
Entahlah, yang pasti saat itu seorang teman cowok beda sekolah diam-diam memberi hadiah kecil melalui teman akrab saya. Sebuah kado manis berpita yang tidak saya sangka ditujukan pada saya, sebab saat itu saya mengira justru teman akrab saya yang diberi hadiah karena lebih pubertas daripada saya.
Tapi tidak disangka memang hadiah dua buah buku tulis tebal bertuliskan "primadona" bersampul gambar Princess Diana memang ditujukan untuk saya. Mungkin hadiah itu tak berarti apa-apa jika mengingatnya saat ini, namun bila mengingat yang membelikan adalah bocah SD, itu luar biasa! Saya tak bisa membayangkan berapa uang jajan yang disisihkannya demi memberi hadiah buku tersebut.
Setelah menerima hadiah buku itu, saya tetap bersikap seperti biasa, sebab yang saya ingat memang saya tidak ada rasa, namun yang tidak saya sangka, teman cowok yang sama-sama masih bocah ingusan itu telah menganggap saya sebagai kekasihnya.
Tapi namanya cinta bocah SD, dia tak berani menyatakannya, hanya sekedar senyum, sapa, dan say hello. Saya baru tahu kalau dia betul-betul menganggap saya pacar saat saya tanpa sengaja berjalan dengan seorang teman cowok yang sudah kuliah, saat berpapasan dia betul-betul menunjukkan kemarahannya dan beranjak pergi. Sejak saat itu saya baru tahu bahwa saya diputuskan oleh seseorang yang tidak pernah saya anggap pacar.