Lihat ke Halaman Asli

Falah Distian

Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Perjanjian Lebih "Tangguh" dengan Akta Notariil

Diperbarui: 4 Juni 2024   11:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar : https://www.peakpx.com/

Berbicara mengenai suatu perbuatan hukum, kita sebagai subjek hukum keperdataan akan tidak terlepas dari adanya sebuah janji/perjanjian. Perjanjian merupakan suatu perikatan yang memberikan hak dan/atau kewajiban bagi para pembuatnya. Dalam literatur yang dikutip dari Salim H.S. Perjanjian ialah

“Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi (performance) dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”

Bentuk suatu perjanjian pada dasarnya tidak melulu harus dibuat tertulis, suatu perkataan secara lisan pun dapat saja dianggap suatu janji, manakala memiliki konsensus didalamnya. Sementara itu, bentuk suatu perjanjian yang tertulis dinilai akan lebih memberikan kepastian hukum karena, memudahkan pembuktian di pengadilan. Perjanjian tertulis ini dapat dibuat secara bawah tangan atau otentik.

Perjanjian yang dibuat secara bawah tangan maksudnya ialah perjanjian tersebut hanya dibuat oleh para pihak yang terlibat. Perjanjian bawah tangan ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan dan hanya memiliki kekuatan untuk mengikat para pihak yang terlibat. Dengan kata lain, apabila terdapat pihak menentang isi perjanjian, maka si pembuatnya harus membuktikan bahwa keberatan tersebut tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan. Hal ini dikenal sebagai pembuktian terbalik atau pembuktian negatif. Pembuktian ini merupakan pembuktian di mana terdakwa harus membuktikan bahwa dia tidak bersalah atau secara negatif menyangkal dakwaan.

Lain halnya dengan perjanjian yang dibuat secara otentik, perjanjian yang dibuat secara otentik akan membebankan pembuktian kepada si penyangkal. Suatu perjanjian otentik dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk membuat perjanjian tersebut seperti dibuat oleh notaris. Jika isi akta notaris disangkal di pengadilan, maka pengadilan harus menghormati dan mengakui isi akta, kecuali apabila pihak yang menyangkal isi akta tersebut dapat membuktikan bahwa bagian tertentu dari akta telah diganti atau bukanlah hal-hal yang disetujui para pihak, dan tentu saja hal tersebut akan sangat sulit untuk dilakukan. Dalam praktek, ini dikenal sebagai kesempurnaan alat bukti suatu fakta (prima facie). Selain memiliki kelebihan sebagai alat bukti yang sempurna, terdapat alasan tambahan mengapa lebih baik untuk membuat perjanjian secara otentik dengan akta notaris (notariil).

Syarat Formil Perjanjian Tertentu

Suatu perjanjian tidak terlepas dari asas kebebasan berkontrak. Salah satunya makna asas kebebasan berkontrak adalah bahwa para pihak bebas menentukan bentuk-bentuk perjanjian yang mereka buat. Akan tetapi, tidak semua perjanjian dapat dibuat dengan bentuk yang bebas, terdapat beberapa ketentuan hukum yang mengharuskan para pihak untuk membuat perjanjian dengan bentuk akta notariil.

Pembuatan perjanjian oleh Notaris (akta notariil) yang diwajibkan Undang-Undang dapat dikatakan merupakan persyaratan formil dari perjanjian tersebut. Syarat formil adalah syarat yang harus terpenuhi dalam pembuatan perjanjian agar tidak mengandung kecacatan hukum di dalamnya. Notaris merupakan jabatan yang diberikan wewenang oleh untuk melengkapi syarat formil dari pembuatan perjanjian tersebut.  Beberapa perjanjian yang diharuskan dibuat secara notariil diantaranya, perjanjian jaminan fidusia, perjanjian jaminan hak tanggungan, perjanjian pendirian badan hukum, perjanjian aksi korporasi (merger, akuisisi,  peleburan, dan spin off),dan perjanjian lainnya.

Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris sendiri, menghendaki bahwa ketika notaris membuat sebuah akta otentik perlu memenuhi hal-hal seperti: proses pembuatan dihadiri oleh para pihak/kuasa para pihak, kedua belah pihak dikenal atau dikenalkan kepada pejabat yang bersangkutan (Notaris), dihadiri sekurang-kurangnya oleh 2 orang saksi, menyebut jam, hari, bulan dan tahun pembuatan Akta, menyebut nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris, Notaris membacakan Akta dihadapan para pihak/penghadap dan saksi-saksi, akta tersebut ditandatangani oleh para pihak/semua penghadap, saksi-saksi dan Notaris.

Sehingga, pada dasarnya semua perjanjian memiliki kebebasan bentuk, namun terdapat perjanjian tertentu yang memang diharuskan dibuat oleh pejabat yang berwenang (dalam hal ini notaris) untuk memenuhi persyaratan formil perundang-undangan. Serta bagi perjanjian yang tidak diwajibkan, dapat saja dibuat dengan akta notariil apabila para pihak menghendakinya.

Netralitas dan profesionalisme Notaris

Alasan selanjutnya adalah netralitas notaris. Dalam  pembuatan suatu janji, kita tentu akan memiliki sentimen kecurigaan dengan pihak lawan/ orang yang berjanji dengan kita. Kadangkala kita juga dihadapkan dengan posisi yang tidak berimbang dengan lawan kita, seperti contoh ketika kita membuat perjanjian utang dengan orang yang notabene memiliki posisi ekonomi yang lebih unggul atau contoh lain ketika membuat perjanjian dengan atasan atau orang yang memiliki jabatan yang lebih tinggi. Keadaan tawar yang lemah tersebut pada dasarnya dapat diantisipasi dengan cara membuat perjanjian di Notaris.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline