Lihat ke Halaman Asli

The Spotlight Effect

Diperbarui: 22 April 2023   03:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"You are not a drop in the ocean. You are the entire ocean in a drop." - Rumi
(Kamu bukanlah setetes air di samudera. Kamu adalah seluruh samudera di setetes air)

Siapa yang tidak ingin merasa nyaman dan percaya diri dengan situasi sosial yang sedang dihadapinya? Tentu semua orang ingin berada pada lingkungan sosial yang cenderung seimbang dan menunjang aktivitas tanpa harus diganggu dengan persepsi negatif dari dirinya maupun orang lain.

Saya masih ingat saat hari pertama kerja sebagai #dosenSD di pertengahan semester. Sadar diri dong, bahwa ada guru sebelum saya di kelas tersebut yang sudah ter-branding dengan kegiatan pembelajaran selama satu semester sebelumnya, baik di mata siswa, orang tua, atau guru utama (wali kelas) di kelas tersebut. Jangan sampai, sebagai guru pengganti, saya tidak berhasil menggantikan peran sentral yang sudah dilakonkan beliau sebelumnya.

Sebagai guru baru, barangkali dihadapi juga oleh banyak orang pada posisi yang sama, dimana timbul rasa kurang percaya diri atau cemas pada kondisi yang tidak dapat dijelaskan. "First-day jitter" mendominasi konteks lingkungan kerja yang mayoritas sebetulnya disebabkan oleh persepsi diri yang berlebihan. Bayang-bayang kalau guru baru itu harus memenuhi ekspektasi tinggi lembaga, baik dalam berinteraksi, dan siap dengan tugas apapun, berhasil membentuk "The Spotlight Effect" yang relatif menekan.

Walhasil, hari pertama kerja, meskipun jam masuknya adalah pukul 07.00 WIB, tapi saya hadir di sekolah pukul 05.30 WIB di hari-hari awal bekerja. Gugup? Pastinya, karena beradaptasi dengan lingkungan sosial baru, di tengah-tengah orang banyak, semua harus dilewati untuk menjadikan perasaan tersebut seimbang.

Kondisi seperti ini tuh ibarat salah kostum di hari-hari berseragam, atau terlambat datang di acara yang dihadiri petinggi manajemen sekolah, yang pastinya bikin kikuk dan perlu ditangani secara seksama dan adalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jadi guru baru mungkin bukan satu-satunya kondisi yang menyebabkan kita seolah menjadi pusat perhatian. Kondisi-kondisi lain sebut saja seperti masa-masa evaluasi kerja atau supervisi, pengalaman buruk saat kurang tepat menangani kasus siswa, atau melontarkan gagasan konstroversial yang tidak lazim dengan kultur lembaga, bisa saja menjadi penyebab. Untuk itu, sebagai guru kita harus segera menyadari hal tersebut sehingga dapat segera mengatasi rasa cemas atau perasaan tidak nyaman yang potensi muncul.

Saatnya berteriak pada diri sendiri. It's just the spotlight effect. Take the first step and challange your thinking views. Kamu bukan sebuah kesalahan, kamu bukan masalah yang harus dipecahkan, tapi kamu akan sulit menemukan kenyamanan sampai kamu berhenti membenturkan perasaan ke tembok rasa malu, mengurung potensi, atau khawatir berlebih pada dirimu sendiri.

Jadi pusat perhatian tidak selalu buruk. Ada kalanya kita perlu showboating atau menikmati center-stage melalui ide-ide, terobosan, atau inovasi keren yang kita punya. Kita boleh kuat menunjukkan kepribadian alfa kita jika kita memiliki potensi, kepercayaan diri, atau kepemimpinan yang baik, tanpa harus cari perhatian alias drama queen untuk mencapai suatu posisi. Kamu pantas berada di posisi sekarang dan sangat wajar memantaskan diri untuk mencapai posisi tertentu. Ingat saja kata-kata dari Socrates, bahwa pada level tinggi orang-orang berdiskusi tentang gagasan, pada level rata-rata orang-orang berdiskusi tentang hal yang dikerjakan, pada level rendah orang-orang berdiskusi tentang orang lain. Kamu berada di level apa? Jawab dengan hatimu.

Guru memang harus siap menjadi pusat perhatian dengan performa yang seru, kreatif, inovatif, penuh gagasan, intens dengan kebaruan, bahkan nyaman menjadi social butterfly. Entah kondisi apa yang membuat kita mengalami "The Spotlight Effect", sadarilah bahwa dengan mengembangkan pemikiran positif dan menghindari perbandingan sosial yang berlebihan, kamu layak menjadi pribadi yang sejahtera secara mental, dan nyaman secara sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline