Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Fakhriansyah

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta

Beda Pandangan dalam Sejarah adalah Wajar, Tapi...

Diperbarui: 5 November 2020   21:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prosesi perkawinan di Vorstelanden. Sumber: KITLV

Dalam beberapa tahun belakangan ini kita banyak mendengar pemberitaan terkait pernyataan seseorang terhadap sejarah dan menuai perdebatan baik di kalangan publik ataupun akademisi. Misalnya, ucapan Ridwan Saidi yang bersikukuh kerajaan Sriwijaya Fiktif dan lagi-lagi ucapan Ridwan Saidi yang menyebutkan kerajaan Galuh fiktif.

Pernyataan-pernyataan yang sekiranya cukup memantik perdebatan tersebut sudah banyak terjadi dalam ranah akademis ilmu sejarah. Melalui tulisan ini, saya akan berbagi informasi terkait interpretasi dan perbedaan dalam sejarah yang dapat berbeda satu sejarawan dengan yang lainnya dan dapat "dimaklumi" dengan syarat oleh teman-teman Kompasiana. 

Untuk memahami hal ini, kiranya kita perlu memahami kembali metodologi sejarah khususnya langkah-langkah penelitian sejarah. Terkait langkah-langkah penelitian sejarah terdapat beragam pendapat. 

Pada tulisan ini saya akan mengambil pendapat dari sejarawan terkemuka Indonesia, Kuntowijoyo, terkait langkah penelitian sejarah. Menurut Kuntowijoyo dalam Pengantar Ilmu Sejarah (1995), terdapat lima langkah penelitian sejarah: 1) pemilihan topik. 2) pengumpulan sumber. 3) verifikasi. 4) Interpretasi. 5) penulisan. 

Jika seseorang ingin melakukan penelitian sejarah, tahap pertama yang dilakukan adalah memilih topik berdasarkan kemauan dari peneliti tersebut. 

Setelah dirasa sesuai dan sudah menemukan topik penelitian, peneliti sejarah masuk ke tahap kedua yaitu pengumpulan sumber. Pengumpulan sumber memainkan peranan penting dalam proses penelitian sejarah karena hal ini menentukan gagal atau tidaknya penelitian. Bisa dibilang, pengumpulan sumber adalah koentji!. Sumber-sumber yang dikumpulkan bisa berupa sumber tertulis ataupun tidak tertulis. 

Setelah mengumpulkan sumber dan dirasa cukup, peneliti tidak boleh kepedean terlebih dahulu terhadap sumber yang ia kumpulan. Bisa saja sumber yang dikumpulkan palsu atau terdapat kesalahan. Untuk memastikan, peneliti memasuki tahap ketiga yaitu verifikasi atau kritik sumber.

Gampangnya, pada tahap ini peneliti harus memastikan ulang sumber yang didapat benar-benar dapat dipertanggung jawabkan sesuai keautentikan dan kredibilitasnya. 

Pada tahap ini terdapat dua tahapan lagi. Ketika peneliti menemukan dokumen X, dokumen tersebut diteliti lebih lanjut dari segi gaya bahasa, jenis tulisan, tintanya, kertasnya, kalimatnya, hurufnya, dan penampilan luarnya.

Secara singkat ini disebut sebagai kritik ekstern. Setelah melewati kritik ekstern yang cukup ketat, dokumen tersebut harus diteliti kembali siapa penulisnya? bagaimana sifat dan wataknya penulisnya? bagaimana situasi zaman pada saat terbitnya dokumen tersebut?.  

Jika dirasa sudah melewati dua tahapan ini, Selain itu juga, peneliti perlu menyeleksi mana yang relevan dengan penelitiannya dan kemudian menyediakanya lewat pengolahan sebagai fakta-fakta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline