Lihat ke Halaman Asli

Jamalludin Rahmat

TERVERIFIKASI

HA HU HUM

Puisi | Sang Martir Corona

Diperbarui: 12 April 2020   01:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illuatrated by Pixabay.com

Apakah mayat saudara-saudara kita yang wafat karena pandemi corona memerlukan untaian kata-kata para penyair atau lagu kedukaan atau pidato pernyataan?

Berapakah jumlah mereka yang menjadi martir dan kita menghitung-hitung bagai angka tak bersisa, tak bermakna.

Dimana nurani? Dimana akal sehat? Dimana? Dimana? Dimana? 

Beberapa orang-orang  menanam ketidakrelaan kepada saudaranya yang menjadi martir dengan amarah dan kegeraman yang menolak mereka dikubur di tanah pusara kampungnya sendiri.

Bukan kematian yang bikin ngeri. Yang tergelap kala kita tak jadi manusia walau mengaku manusia. Sang Martir saudara setanah seair namun diperlakukan bukan bagai manusia.

Engkau punyai mata namun mata batin yang buta tak mampu menatap diri sendiri apalagi orang lain. Mata batin orang yang wafat dan kau tolak pekuburannya itu bercahaya berpendar-pendar.

Engkau camkanlah ini "Yang wafat menjadi martir tetaplah hidup dihati orang-orang. Sedangkan engkau hidup tapi 'mati' di hati orang-orang."

Jamal Rahmat
Curup

12.04.2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline