Lihat ke Halaman Asli

Jamalludin Rahmat

TERVERIFIKASI

HA HU HUM

Darah Menulis Hernowo

Diperbarui: 29 Januari 2020   18:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrated by Nulis Yuk

Panggilah 'darah' menulis dalam diri dengan sesering mungkin membaca dan menulis dari apa yang kita alami_anymous_

Bacalah lalu tulislah. Tulislah lalu bacalah_anymous_

Pembuka Kata

Bombastiskah judul tulisan ini? Apakah setiap orang memiliki kemampuan menulis? Benarkah bahwa dengan menulis menjadikan seseorang abadi? Benarkah juga bahwa menulis adalah keberanian mengungkapkan sesuatu?

Tersebutlah (almarhum) Hernowo Hasim yang merupakan alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Teknik Sipil, mulanya tidak tahu akan bekerja apa setelah tamat kuliah S-1.

Kala bingung bertemulah beliau dengan teman semasa kuliah dulu bernama Haidar Bagir yang sedang merintis penerbitan buku Mizan. Oleh Haidar Bagir diajaklah Hernowo untuk ikut bergabung bekerja. Ragu membekap diri Hernowo karena ia 'buta' belantara dunia baca tulis. Singkat cerita. Bergabunglah Hernowo ke Mizan yang sedang merintis usaha penerbitan perbukuan di Indonesia.

Untuk mengatasi 'kebutaan' belantara dunia baca tulis maka sesering mungkin Hernowo membaca, menulis di diary hasil bacaan itu dan berdiskusi dengan teman sekerja. Di penerbit buku Mizan, Hernowo mulanya bekerja di bagian editing persampulan (cover) buku dan layout.

Belajar berlatih dengan membaca dan menulis tiada henti menjadikan Hernowo lambat laun menemukan teknik membaca yang mumpuni dan mahir menulis. Hasil tulisannya di tempel di majalah dinding (mading) di kantor dan ikut milis penulis grup Mizan yang berisi para karyawan Mizan. Bersama teman-teman se kantor, Hernowo menghidupkan "dunia baca tulis" dari lingkungan yang terkecil. Kemudian membesar kala Hernowo menerbitkan buku.

Di usia 40 tahun beliau menghasilkan buku-buku tentang bagaimana cara baca tulis yang menyenangkan dan kurang lebih 40 buah buku pun telah ditulisnya. Hernowo menerapkan petuah Ali bin Abi Thalib yaitu ikatlah ilmu dengan menuliskannya. Ketika ilmu (yang diperoleh dari membaca dan mengalami) dituliskan maka akan lengket lama terpendam di dalam ingatan kepala.

Membaca dan mengalami menjadi "bahan bakar" untuk seseorang menulis. Tanpa kedua hal itu maka ide menulis akan macet. Tak tahu apa yang mau ditulis. Pun dari petuah Ali bin Abi Thalib itu Hernowo merumuskan dan menjadikan teori "mengikat makna" sebagai "merek khusus" miliknya sendiri.

Teori "Mengikat makna" dengan mengemil yaitu bacai apa yang disukai, tuliskan apa yang dialami dan disukai secara sedikit demi sedikit seperti ngemil. Maka ilmu akan lengket. Proses "mengikat makna" mesti dilakukan terus-menerus agar semakin terbiasa membaca, kaya akan ide dan kosakata dan mahir menulis. Umpama latihan sepakbola, semakin sering seseorang itu latihan maka akan semakin pandai memainkan si kulit bundar. Kalau jarang latihan maka kepandaian akan semakin berkurang dan sentuhan kepada bola akan semakin memudar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline