Lihat ke Halaman Asli

Jamalludin Rahmat

TERVERIFIKASI

HA HU HUM

Manusia dalam Islam

Diperbarui: 5 Mei 2019   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Illustrated by pixabay.com)


Dalam bukunya 'Tugas Cendikiawan Muslim,' Ali Shariati banyak mengulas sekitar manusia. Ada dua istilah yang dipakai Syari'ati untuk menjelaskan manusia, yaitu "basyar" dan "insan". Manusia (basyar) diartikannya sebagai makhluk yang sekedar berada (being). Sedang manusia (insan) adalah makhluk yang menjadi (becoming).

Manusia berada (being) adalah manusia yang hanya sadar ia berada di dunia ini untuk memenuhi dan memuaskan hasrat badaninya semata seperti makan, minum, mencari harta benda saja dan pemenuhan seks.

Berbeda dengan manusia menjadi (becoming) yaitu manunsia yang sadar bahwa kehidupan bukan hanya semata pemenuhan badani tapi juga ruhani seperti melakukan ibadah seperti bersedekah, menolong orang dan lain sebagainya.

Akibat jauh dari manusia berada ia menjadi manusia yang pola hidupnya adalah memiliki. Bagi manusia yang berpola hidup memiliki ketenangan, kebahagiaan akan terasa ketika ia sudah menemukan benda atau memiliki benda.

Karenanya, pola hidup memiliki terarahkan kepada keduniaan yang memiliki sisi gelap yang fatal bahwa sadar ataupun tidak, manusia saat ini telah menumbuhkan kebergantungan kepada nilai material (benda) sebagai alat ukur kemanusiaan seseorang.

Maka bermunculan lahan subur bagi tumbuh kembangnya budaya kebendaan (materialisme) yang mengajarkan cara berhitung berdasarkan kepemilikan manusia terhadap sejumlah benda. Sebaliknya manusia yang berpola hidup menjadi, orientasi hidupnya adalah nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan. (Jalaluddin Rahmat, 1999: 39).

Ambillah sebuah contoh untuk membandingkan antara manusia yang pola hidupnya memiliki (being) dan pola hidup manusia menjadi (becoming). Kita marah ketika mobil bagus kita tergores oleh tukang becak. Kita merasa manusia yang paling malang di atas dunia kalau sesuatu atau seseorang tidak dapat kita miliki.

Dalam artian, hati manusia yang pola hidupnya memiliki di letakkan pada benda-benda. Kebahagiaan dan ketenangan manusia yang pola hidupnya memiliki ditentukan oleh benda mati yang berada di luar dirinya.

Sebaliknya, manusia yang pola hidupnya menjadi. Ketenangan dan kebahagiaan hidup tidak terletak pada benda mati (bukan berarti tak penting) tapi peningkatan kualitas hidup ada pada kepribadian tercerahkan dan spiritual yang kokoh.

Pola hidup manusia memiliki (being) menjadikan manusia seperti robot, ia bergerak karena ada rangsangan dari luar dirinya bukan karena kesadaran kemanusiaan dan keilahiyahannya.

Dan juga bagi manusia memiliki benda-benda mati lenyap wujudnya ia tak dipandang lagi sebagai mitra bagi pendukung keberadaan kehidupan manusia tapi ia dimanfaatkan, di perkosa demi sejauh mana ia memberikan manfaat bagi manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline