Lihat ke Halaman Asli

Julfakar

Belum apa-apa dan bukan siapa-siapa

Mengapa Pemerintahan Jokowi Paling Sering Difitnah?

Diperbarui: 18 Desember 2020   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Antara

Sebagai salah satu generasi Y atau Millenial Generation (kelahiran 1977-1994), saya telah melewati beberapa pergantian pemerintahan negeri ini. Beberapa pemerintahan dilewati pada saat saya masih kecil; Soeharto tumbang pada saat usia saya tujuh tahun, berikut diikuti pemerintahan Habibie, Gus Dur, dan Ibu Mega. Saya tentu belum begitu mampu menalar keadaan negeri saat itu.

Saya baru dapat mengikuti perkembangan negeri ini mungkin pada saat periode kedua pemerintahan SBY. Zaman SBY, saya sudah mahasiswa. Sudah bisa mengikuti dan paham sedikit-sedikit perkembangan negeri. Sudah juga mendengar dan membaca tentang pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.

Hingga sampai pada pemerintahan Presiden Jokowi periode pertama dan periode kedua ini, saya terus mencoba untuk selalu up to date kondisi bangsa. Membaca pemberitaan media hingga melihat perdebatan netizen di jagad maya.

Sudah banyak yang berubah dari zaman pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, terutama akibat perkembangan sosial media yang begitu masif, kini segala wacana pemerintahan dan isu-isu negeri langsung direspon publik dengan segera, secepat kilat dari segala arah mata angin.

Saya pernah membaca (lupa di buku mana) tentang mengapa masyarakat kita sekarang lebih berani bicara. Dilihat dari data demografi Indonesia, setidaknya komposisi masyarakat Indonesia lebih dominan dipenuhi oleh para generasi millenial yang lahir dalam rentang 1977-1994.

Generasi ini hidup dan besar dalam suasana negeri yang sudah bebas untuk bicara. Kebebasan berpendapat dan berkelompok sudah dijamin undang-undang. Walaupun tentu masih ada catatan-catatan, secara umum siapapun sudah bebas berpendapat dan berkelompok.

Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, generasi X yang lahir dalam rentang 1966-1976, mereka hidup dan dibesarkan dibawah banyak tekanan. Kebebasan berpendapat dan berkelompok bagai barang mewah yang tak mampu dibeli publik. Mengiritik pemerintah berarti bersiap untuk dibungkam (diculik bahkan berakhir kehilangan nyawa).

Dua generasi dengan dua kondisi negeri yang berbeda, bagai langit dan bumi. Keadaan negeri yang kita nikmati saat ini, turut menjadi alasan mengapa nampaknya kita lebih aktif berpendapat di ruang-ruang publik.

Keaktifan berpendapat ini semakin menemukan momentum terbaiknya dengan semakin masifnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini. Sehingga interaksi dari sudut manapun dimungkinkan, tak begitu banyak mendapat kendala.

Dengan keadaan seperti yang dijelaskan di atas, Pemerintahan Jokowi tentu menjadi "sasaran" keaktifan berpendapat masyarakatnya. Keadaan sekarang ini (kebebasan orang berpendapat) rasanya belum pernah kita saksikan sebelumnya di negeri ini. Ini perlu dilihat dalam aliran sejarah kebebasan bersuara itu sendiri.

Zaman Pemerintahan SBY dan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, kebebasan berpendapat walau sudah dijamin undang-undang, dengan belum begitu masifnya perkembangan dan penggunaan teknologi media sosial, kebebasan bicara tak sehebat yang kita saksikan sekarang.

Pemerintahan Presiden Jokowi sedang menghadapi tantangan ini. Tak begitu mengherankan jika kemudian Pemerintahan saat ini begitu banyak berurusan terkait kebebasan bicara dan berpendapat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline