Gambar adalah kesan yang sengaja dibuat terhadap suatu objek, orang, atau organisasi.
Gambaran awal identik dengan kegiatan kehumasan dalam dunia bisnis.
Namun istilah tersebut beralih pada aktivitas partai politik sehingga dinamika politik lekat dengan istilah politik visual.
Misalnya, dalam konteks politik di Indonesia, pencitraan politik telah menjadi bahasa umum yang disajikan secara luas di media cetak dan elektronik.
Istilah politik visual semakin banyak beredar dalam perbincangan publik di Indonesia seiring dengan dijadikannya para sarjana dan praktisi sebagai bahan diskusi ilmiah dalam berbagai kesempatan (Azhar, 2017).
Istilah tersebut menjadi kian santer terdengar utamanya saat menjelang hajatan demokrasi semisal pemilu.
Term politik pencitraan dalam perpolitikan Indonesia mulai berkembang sejak berubahnya sistem politik Indonesia dari monopolitik kepada sistem multi partai.
Sebagaimana disebutkan Anwar Arifin, bahwa dalam konteks perpolitikan di Indonesia, ontran-ontran pencitraan politik semakin mengkristal ketika Indonesia menerapkan sistem pemilu langsung berdasarkan suara terbanyak.
Janji politik yang dikemas dengan berbagai bentuk dan disebarkan melalui media massamerupakan salah satu bentuk pencitraan politik.
Bagi para politisi, pencitraan sangat penting karena dapat mempengaruhi perolehan suara pada pemilihan umum.
Jika partai beserta para politisi di dalamnya mampu membangun citra positif, maka besar kemungkinan partai tersebut akan berhasil menarik simpatisme dan dukungan kuat dari masyarakat.
Akibat begitu pentingnya citra bagi partai politik, maka dibutuhkan konstruksi atau langkah-langkah untuk membangun dan membentuk citra positif partai politik agar makin mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat.
Semakin terbukanya era demokrasi mendorong setiap partai berupaya memberikan yang terbaik bagi masyarakat.
Karena dalam era demokrasi, kompetisi antara parpol semakin ketat, sehinga salah satu tugas berat bagi parpol adalah begaimana caranya agar parpol tersebut bisa diterima oleh masyarakat.
Kondisi inilah yang kemudian mendorong partai tersebut untuk berusaha mengkonsolidasikan eksistensinya melalui berbagai upaya dan strategi.
Ada yang menunjukkan eksistensinya di dengan menonjolkan programnya, ada pula yang menonjolkan kepribadian partai politiknya, simbol, jargon bahkan singkatan namanya.
Semua itu dilakukan partai dalam kerangka pencitraan politik untuk menciptakan persatuan dan soliditas.
Singkatnya, kebijakan gambar merupakan strategi pemasaran untuk memenangkan protes politik.
Di Indonesia, demokrasi adalah alat politik yang paling berharga.
Pemilu merupakan proses yang selayaknya ditempuh untuk memperbaiki kualitas demokrasi yang berlangsung di dunia ketiga, sekaligus sebagai upaya untuk menghindari adanya praktik demokrasi semu (pseudo democracy) yang dapat memberangus demokrasi itu sendiri.
Proses pencitraan politik yang sering terjadi dalam momen pemilu dimaksudkan untuk memenuhi hak-hak individu agar terbuka peluang dan partisipasi dalam menentukan pemimpin sebagai bagian yang dipercaya dapat meningkatkan kesejahteraan dan keadilan.
Namun, dalam demokrasi terdapat ancaman yakni pseudo democracy.
Hal ini dikarenakan demokrasi yang dianut di Indonesia belumlah sempurna dan kokoh.
Hal itu terjadi lantaran penikmat demokrasi, pada kenyataanya ialah segelintir kaum elite saja.
Biaya untuk mencalonkan diri pada pemilu diperkirakan sangat besar.
Karena tingginya biaya politik, demokrasi di Indonesia masih mengalami kerusakan yang serius.
Politik pencitraan sering kali dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan demokrasi, sebagai bagian dari upaya mempengaruhi masyarakat agar memilih kandidat yang dicalonkan.
Namun pada kenyataannya, demokrasi yang dipraktikkan pada dasarnya menyimpang dari prinsip demokrasi sesungguhnya, atau biasa disebut demokrasi semu.
Hal ini menimbulkan permasalahan ketika praktisi politik menggunakan taktik yang tidak adil untuk meraih kekuasaan, apalagi menggunakan agama sebagai tameng untuk memperkuat citra politiknya.
Politik pencitraan seringkali dihadirkan sebagai sarana untuk menutupi kebohongan dengan segala perlengkapan kesalehan palsu.
Apalagi menggunakan agama sebagai kemasan.
Praktik semacam ini sebenarnya terbukti sangat efektif menarik simpati masyarakat.
Fragmentasi citra politik yang diungkapkan oleh elit politik di Indonesia erat kaitannya dengan penuturan Jon Simons yang menekankan bahwa politik demokrasi modern adalah politik citra , di mana penampilan lebih penting daripada substansi, dan kepribadian lebih penting daripada politik.
Namun menarik untuk dicatat bahwa dengan tumbuhnya demokrasi di Indonesia, 4.
444 orang mulai belajar banyak hal untuk menerjemahkan proses simbolik dan visual.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H