Lihat ke Halaman Asli

Jakarta dan Kemunduran Demokrasi

Diperbarui: 9 Desember 2024   15:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20241128172415-617-1171766/kpu-jakarta-tegaskan-tak-rilis-real-count-dan-quick-count-pilkada-2024

Pesta demokrasi pada Pilkada 2024 yang dilakukan serentak di seluruh Indonesia telah berlangsung. Menariknya pilkada tahun ini sangatlah dinamis, dimana setiap partai politik berlomba mengusung dan memenangkan calon kepala daerah sebagai bagian dari perjalanan demokrasi.

Menanggapi perhelatan Pilkada 2024 menarik kita bahas soal Pilkada Jakarta, dimana Jakarta saat ini masih menjadi Provinsi yang paling eksis karena Jakarta merupakan pusat perekonomian nasional. Namun, yang menjadi perhatian adalah turunnya tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Jakarta yang sangat jauh dibandingkan pilkada Jakarta sebelumnya.

Dilansir dari Antara, angka partisipasi pada pilkada Jakarta 2024 tercatat hanya mencapai sekitar 4,3 suara, sementara jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 8,2 juta, artinya partisipasi pemilih hanya di angka 53,05 persen dari jumlah pemilih keseluruhan dan berbeda jauh dari partisipasi pilkada Jakarta sebelumnya pada tahun 2017 yang mencapai partisiapsi pemilih lebih dari 70 persen. Maka dari itu hal ini patut dipertanyakan kenapa pemilih di Jakarta turun signifikan, dan KPU lah yang seharunya dapat menjelaskan soal ini.

Disisi lain, Pilkada Jakarta juga sangat menarik, pasca pemilihan berlangsung dan keluarnya hasil realqount sudah banyak yang klaim kalau pasangan Pramono-Rano memenangkan pertarungan Pilkada Jakarta dalam satu putaran. Selain itu, banyak juga yang menekankan kepada tim pasangan RIDO agar tidak perlu mengajukan gugatan Perselisihan Hasil Pemlihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Agung (MK) soal hasil pilkada.

Dalam demokrasi, gugatan terhadap hasil pemilu adalah hal yang sangat wajar dan sangat lumrah. Setiap tim atau calon kepala daerah yang mengikuti perhelatan Pilkada mempunyai hak untuk mengajukan sengketa pilkada ke MK dengan argumentasi serta bukti-bukti yang kuat atas adanya temuan di lapangan dan langkah tersebut harus dihormati dalam demokrasi kita.

Menanggapi hal tersebut, terlihat ada yang mengganjal, jika memang pasangan Pramono-Rano berasil memenangkan Pilkada Jakarta tanpa melakukan kecurangan, lantas kenapa masih banyak yang menekan kubu RIDO untuk tidak membawa gugatan hasil pilkada ke MK. Dengan adanya penolakan gugatan tim pasangan RIDO ke MK, terlihat adanya ketakutan dari kubu pasangan nomor 3 tersebut. Namun sejatinya langkah-langkah ini harus kita hormati sebagai bagian dari pendewasaan demokrasi kita.

Ketakutan kubu pasangan calon nomor 3 jika digugat di MK dan terbukti melakukan pelanggaran atau kecurangan sebesar 1 persen atau 0,8 maka kemenangan akan gugur dan harus melakukan pemilihan ulang. Maka dari itu, sejatinya semua perjalanan politik harus melewati porses ini dan jika memang kubu pasangan nomor 3 menang dengan tanpa adanya kecurangan, artinya mereka tidak perlu takut atau menghalangi kubu lain untuk melakukan gugatan pilkada ke MK.

Berpolitik memang membutuhkan kedewasaan dalam menyikapi hasil dan terus berusaha dalam mendapatkan hasil terbaik. Pertarungan di Pilkada bukalah soal menang atau kalah, namun hak hukum peserta pemilu juga harus di hormati karena hal tersebut dilindungi oleh undang-undang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline