Mendekati lengsernya kepemimpinan Presiden Jokowi dan dilantiknya Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia ke-8 menjadi buah bibir masyarakat umum serta tak lepas dari pandangan dan analisis pakar-pakar politik akan proses transisi kepemimpinan tersebut.
Transisi kepemimpinan merupakan proses pergantian kepemimpinan yang lama dengan kepemimpinan yang baru dengan mengambil alih posisi dari pemimpin sebelumnya. Proses ini sangatlah penting dimana harus melibatkan perubahan arah dan strategi organisasi serta penyesuaian budaya dan struktur organisasi.
Proses transisi kepemimpinan ini sangatlah penting bahkan dibilang fase krusial dimana fase ini mempengaruhi keberlangsungan serta perkembangan suatu negara atau organisasi, serta perhatian khusus untuk memastikan proses ini berjalan dengan lancar dan efektif.
Dalam hal ini, Indonesia sudah beberapa kali melakukan pergantian kepemimpinan untuk memimpin negara sebagai presiden. Membahas hal ini, penulis ingin mengajak melihat ke belakang bagaimana proses transisi yang terjadi pada pergantian kepemimpinan sebelumnya dari masa kepemimpinan Megawati berpindah ke SBY dan masa transisi kepemimpinan SBY kepada Jokowi.
Masa transisi memang sangatlah rumit dan harus sangat berhati-hati karena dapat berefek panjang dalam kepemimpinan selanjutnya baik dari penyusunan struktur organisasi sampai penyusunan APBN untuk anggaran tahun selanjutnya dengan pemimpin yang baru.
Transisi dari Megawati ke Susilo Bambang Yudhoyono
Pada tahun 2024 SBY mendaftar dirinya sebagai calon presiden didampingi oleh Jusuf Kala yang menjadi calon wakil presiden. Kala itu SBY berhasil memenangkan Pilpres 2004 dengan mengalahkan Megawati yang juga kembali mencalonkan diri sebagai calon presiden. SBY dengan JK mencatatkan sejarah baru, dimana SBY-JK merupakan presiden dan wakil presiden pertama yang secara langsung dipilih oleh rakyat dan dilantik pada 20 Oktober 2024 sebagai presiden dan wakil presiden.
Sejak masa peralihan atau masa transisi pada tahun 2024, diketahui hubungan SBY dan Megawati tidak pernah mesra. Namun pada masa transisi tersebut, Megawati mempunyai tanggung jawab dan kewajiban konstitusional dalam menjamin proses transisi berjalan mulus.
Dikutip dari Republika.co.id. SBY menceritakan kisah nya dalam masa transisi yang sangat berkesan di masa awal pemerintahannya. Ia menceritakan sejak awal masa pemerintahannya, kondisi Indonesia sangatlah rumit dimana kondisi ekonomi bangsa yang sedang tidak stabil yang disebabkan melonjaknya harga minyak dunia hingga mencapai 150 dolar AS per barel.
Hal ini menjadikan SBY memiliki dua pilihan yang amat berat, pilihan pertama dengan tidak menaikkan harga BBM dengan resiko ekonomi negara bisa ambruk dan opsi yang kedua yaitu menaikan harga BBM tetapi dengan mengucurkan bantuan langsung tunai (BLT) dan pada masa SBY diketahui sebanyak dua kali SBY menaikan harga BBM yakni pada April dan Oktober 2005.
Dari sini kita bisa lihat bahwa betapa krusialnya proses transisi kepemimpinan ini bila tidak diiringi dengan keberlangsungan serta keterlibatan perubahan arah dan strategi, maka proses transisi ini dapat menjadi guncangan yang mengerikan bagi suatu negara. Dan bisa kita katakan bahwa proses transisi ini tidaklah mulus, banyak tantangan yang segera harus diselesaikan disaat proses transisi ini serta penurunan ego dari elite politik agar menerima situasi politik kala itu.