Lihat ke Halaman Asli

Fajriyah Anisa Fitri

Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Sering Merasakan Emosi Tapi Menggebu-nggebu? Mungkin Anda Terkena Gangguan Psikosomatis

Diperbarui: 7 Juli 2021   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seringkali kita melihat atau mendengar seseorang yang sedang meluapkan rasa kesal nya dengan amarah. Apakah itu termasuk emosi? Iya, itu hanya salah satu bentuk dari emosi. Perasaan yang melibatkan gabungan antara gejolak, fisiologis, dan perilaku seseorang yang telihat merupakan definisi emosi. Seperti yang dikatakan oleh salah satu tokoh psikologi yaitu Charlie Chaplin, ia mengemukakan bahwa emosi sebagai suatu keadaan terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku (Adam, 2012).

Greenberg dan Watson menyatakan bahwa emosi tidak bisa dikatakan sebagai hal yang positif atau pun negatif pada tingkatan yang wajar. Tetapi, jika emosi muncul secara berlebihan pada diri seseorang maka hal tersebut akan membahayakan dirinya (Susanti, Husni, & Fitriyani, 2015). Bentuk-bentuk emosi tidak hanya perasaan marah saja, Menurut Daniel Goleman (dalam Adam, 2012) bentuk-bentuk dari emosi adalah kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu.

Emosi bisa disebabkan dari perilaku orang lain terhadap diri individu. Tetapi, apa yang kita lakukan terhadap diri sendiri juga dapat menjadi penyebab emosi. Seperti memiliki pengalaman tidak menyenangkan, cemas, stress, terluka, kurang tidur, dan merasa terancam. Adapun penyebab lainnya seperti, lelah berlebihan, mengonsumsi obat-obatan terlarang, dan hormon (Susanti, Husni & Fitriyani, 2015).

Emosi yang berlebihan (kronis) karena tekanan psikologis dapat menyebabkan seseorang terkena gangguan psikosomatis. Apa itu psikosomatis? Menurut Atkinson, Psikosomatis diambil dari gabungan bahasa Yunani yaitu psyche (jiwa) dan soma (badan). Psikosomatis merupakan gangguan fisik yang disebabkan oleh tekanan emosi secara berlebihan (kronis). Psikosomatis dapat menyebabkan seseorang terkena maag, gangguan pencernaan, pusing dan sebagainya (Pratiwi & Lailatushifah, 2012).

Setiap manusia mempunyai dorongan-dorongan untuk memenuhi hawa nafsu nya. Jika dorongan tersebut dapat terkontrol, maka akan menghasilkan sebuah keberhasilan. Begitupun sebaliknya, jika dorongan tersebut tidak dapat terkontrol maka ada kemungkinan akan terjadi kerusakan pada dirinya. Konflik batin pasti pernah dialami oleh semua manusia. Menurut Mujib & Mudzakir, Nashori, dan Sutoyo menyatakan bahwa konflik batin melibatkan struktur kepribadian yaitu qalbu, akal, dan nafsu. Sedangkan menurut perspektif psikologi dalam teori Freudian, konflik terjadi karena adanya keterikatan antara Id, superego, dan ego (Diana, 2018).

Dalam perspektif psikologi islam, menurut Nashori terdapat tiga kondisi yang terjadi ketika konflik pada diri manusia, diantaranya kalbu, akal dan nafsu. Pertama yaitu al-nafs al-mutmainnah atau disebut dengan diri yang tenang, dimana akal dan nafsu akan dikendalikan oleh kalbu. Kedua yaitu al-nafs al-lawwamah atau diri yang terombang-ambing, yang ditandai dengan dominasi akal atas kalbu dan nafsu. Ketiga adalah al-nafs al-ammarah atau diri yang tergadaikan, yaitu ketika kalbu dan akal dikuasai oleh nafsu (Diana, 2018).

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk terus melakukan kegiatan spiritual ketika menggunakan hati nurani dan akal pikiran dalam menentukan suatu pilihan dan ketika menghadapi problem kehidupan. Nabi Muhammad SAW mengajarkan pula bagaimana cara untuk memilih sebuah keputusan yang baik yaitu dengan mengerjakan sholat istikharah. Hal tersebut bertujuan untuk memohon petunjuk dari Allah SWT. Perasaan marah dalam islam merupakan sebuah bencana yang nantinya akan merusak akal manusia. Ketika hati kita dalam keadaan yang lemah, maka setan dengan mudah mengelabuhi diri untuk melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan (Diana, 2018). 

Ketika marah pula, setan juga bisa melakukan permainan pada diri manusia melalui kemarahannya. Ketika manusia marah dua kelenjar hormon adrenalin akan mempengaruhi hati dan mengeluarkan zat gula lebih banyak. Nah, hal tersebut menjadi faktor penyebab meningkatnya energi didalam tubuh dan membuat tubuh mengeluarkan upaya organisme yang diperlakukan guna mempertahankan diri (Diana, 2018).

Allah SWT telah berfirman didalam Al-Qur'an pada Surah Ali Imran ayat 134 yang menyebutkan, "(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." Pada ayat ini, Allah menyinggung orang-orang yang mampu menahan rasa marahnya dan orang-orang yang selalu memaafkan sesama manusia (Chabibi, 2010).

Dalam kehidupan, mengendalikan emosi merupakan hal penting untuk diterapkan. Karena hal tersebut bertujuan untuk mengurangi kondisi tegang yang ditimbulkan akibat konflik batin. Dengan menahan rasa marah, maka akan terciptanya lingkungan yang kondusif serta dipenuhi dengan rasa toleransi. Selain itu, akan menciptakan suasana yang adil dan kasih sayang diantara sesama manusia. Berikut beberapa cara untuk menahan marah (Diana, 2018) :

  • Menyikapinya dengan cara mencontoh perilaku Rasulullah SAW.
  • Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT dan senantiasa mengingat-Nya.
  • Menumbuhkan sifat sabar dan selalu berlapang dada.
  • Menghindari tempat-tempat yang menyebabkan timbulnya rasa marah.
  • Ketika muncul perasaan marah segera mengambil wudhu dan beristighfar.


DAFTAR PUSTAKA

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline