Sebagai generasi muda Indonesia, salah satu kewajiban kita semua adalah menjaga keutuhan NKRI dengan Pancasila sebagai dasar hidup, berbangsa, dan bernegara.
Suka atau tidak suka, pilihan di atas adalah bentuk ikatan yang menyatukan Jawa, Melayu, Aceh, Sunda, Batak, Banten, Makassar, Bugis, Papua, Buton, Madura, Banjar, dan ratusan lainnya. Juga menyatukan Islam,Kristen,Hindu,Konghucu,Buddha,dan aliran-aliran.
Bentuk persatuan adalah membolehkan pemimpin dari kalangan suku apapun, agama apapun menjadi pemimpin dari level RT sampai presiden.
Di banyak tempat, ada berbagai kesepakatan mayoritas suatu daerah/wilayah yang menghalang-halangi minoritas untuk memimpin, namun hal itu sah-sah saja karena secara mendasar suatu kaum lebih condong kepada sesamanya.
Ayat suci Al Maidah 51 yang sedang tren di semua media seakan ingin menggugat wadah Pancasila sebagai pemersatu Indonesia.
Sementara itu dalam demokrasi sekuler, ayat-ayat suci harus ditempatkan di rumah ibadah. Boleh digunakan dalam tata cara beribadah, ritual dan lain sebagainya.
Namun firman Tuhan ini tidak boleh keluar dari ritual ibadah, sembahyang, zakat, puasa, haji, kecuali undang-undang pernikahan yang diberi tempat istimewa.
Apakah gampang memberi pemahaman ini kepada 250 Juta jenis pikiran manusia dengan level kebutuhan perut berbeda.
Yang kadang menyesakkan hati adalah para politikus yang nyata-nyata harusnya menjaga Pancasila, bergelimang kemewahan dengan memanfaatkan Pancasila,demokrasi,suara terbanyak, mereka lah yang mengadu domba rakyat untuk sailing bertengkar membela sesuatu yang tidak penting. Pernyataan tentang ayat suci
Jika ingin membuat sistem dengan aturan pemimpin harus dari agama tertentu sesuai ayat suci Surat Al Maidah 51, di Arab Saudi lah tempatnya.
Indonesia adalah rumah bagi ratusan etnis,suku, ribuan bahasa, dan agama yang berbeda-beda.