Lihat ke Halaman Asli

Cerita Bodoh

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bodoh adalah kata yang paling kuhindari dalam kamusku. Itu karena orangtuaku selalu bilang sesuatu yang tidak enak didengar tentang ‘bodoh’. Selama aku dibesarkan, mereka selalu berkata" jangan bodoh", " jangan jadi bodoh karena tidak ada tempat didunia ini untuk  orang bodoh". Setiap kali aku melakukan kesalahan, mereka akan bilang ‘ itu hal bodoh untuk dilakukan.’ Atau ‘Tidak seharusnya kamu melakukan hal bodoh begini’ dan seterusnya.

Dampaknya, aku jadi fobia dengan kata ‘bodoh’. Bodoh-o-phobia.

Sejak saat itulah aku menghindari segala sesuatu yang bisa menyebabkanku disebut bodoh. Aku belajar keras dan menjauhi segala perilaku bodoh yang sudah dibuatkan lima jilid daftarnya oleh orangtuaku. Sejak SD kelas 2 sampai selesai SMA, aku selalu jadi peringkat pertama dengan nama yang selalu terpampang di urutan 1 pada kertas pengumuman hasil ujian. Juga menjadi anak kesayangan orangtuaku karena dianggap anak paling patuh dan berbakti.

Keadaaan yang sebenarnya, tidak.

Aku sudah bilang, sebenarnya aku cuma muak dengan kata ‘bodoh’ yang kerap mereka ucapkan. Aku melakukan semua ini hanya karena tidak ingin mendengar kata itu diucapkan didepanku lagi. Itu saja.

Tapi sebagai hasilnya, duniaku sepi. Demi jauh dari kata bodoh, aku menyegel diriku dari yang sedang terjadi diluar. Yang menemaniku hanya buku-buku yang menumpuk di meja belajar dan kasurku. Aku tidak punya teman untuk ber-sms, bergosip, atau sekedar jalan-jalan ke mal karena orantuaku bilang itu hal bodoh. Anak-anak sebayaku selalu berkata aku membosankan hanya karena aku bilang buang-buang waktu dengan hura-hura seperti mereka itu bodoh. Bersenang-senang ala remaja itu bodoh. Bahkan adik-adikku juga tidak dekat denganku karena katanya, aku ini adalah jelmaan gabungan orangtua kami. Aku hanya akan mengatai mereka bodoh jika melakukan sesuatu yang menyenangkan didepanku, misalnya bermain. Jangan tanya soal pacaran, karena orangtuaku akan menunjuk gambar orang pacaran dan berkata ‘ini bodoh’ serta pengaruh akibat-akibatnya berbaris di belakangnya. Saking seringnya kudengar, kata-kata orang mengenai diriku bahkan bisa kuhapalkan semua, mulai dari freak yang kedengaran keren, sampai ajaibyang sepertinya agak hiperbola. Hanya saja aku membunuh diriku supaya tidak mendengarkan semua itu dan fokus dengan kata ‘bodoh’.

Masa bodoh.

Kata orangtuaku, mereka yang menganggapku begitulah yang bodoh. Harus kuakui, aku suka ‘bodoh’ yang satu ini.

Sejujurnya semua tentang ‘bodoh’ ini membuat penampilanku jadi tidak bagus, karena mataku jadi cekung dan sayu, dengan lingkaran hitam dibawahnya. Kulitku juga jadi agak kasar. Tapi sejak orangtuaku bilang, mengkhawatirkan kulit dan kecantikan seperti para pemuja majalah itu bodoh, aku berhenti memikirkannya. Termasuk berhenti memikirkan bahwa akan ada orang yang tertarik padaku, seperti yang selalu jadi topik bahasan remaja seusiaku.

***

“Ren,”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline