David Hume, filsuf besar dari abad ke-18, dikenal karena pandangannya yang mendasar tentang empirisme, yaitu konsep bahwa pengalaman merupakan satu-satunya sumber pengetahuan yang sah. Hume berpendapat bahwa pengetahuan sejati datang melalui indera dan observasi sesuatu yang nyata dan dapat diamati.¹
Begitu juga pandangan yang datang dari seorang filsuf aliran empirisme, John Locke. Pada abad pertengahan, pendapatnya tersebut dituliskan dalam bukunya, An Essay Concerning Human Understanding, yang menyatakan bahwa, "tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita (Pengetahuan) selain didahului oleh pengalaman."²
Sehingga, dari konsep David Hume maupun John Locke tersebut, penulis berpendapat bahwa ada sisi kesamaan dalam Islam, sebagaimana yang tertulis dalam Q.S Al-Baqarah ayat 31, bahwa Allah S.W.T mengajarkan Nabi Adam nama-nama benda.³
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, 'Sebutkan lah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!'" (Q.S Al-Baqarah: 31).³
Ini menunjukkan, bahwa pengetahuan Nabi Adam tidak datang secara otomatis, melainkan diberikan melalui proses "pengajaran" oleh Allah S.W.T. Dengan kata lain, bahkan Nabi Adam sebagai manusia pertama tidak memiliki pengetahuan bawaan, tetapi harus melalui proses penerimaan ilmu pengetahuan dari Allah S.W.T.
1. Peran Pengalaman dalam Memahami Realitas
Empirisme Hume dan Locke menyiratkan bahwa manusia hanya dapat mengetahui hal-hal yang bisa diamati atau dialami secara langsung. Pengalaman menjadi kunci untuk memahami dunia nyata, dan tanpa pengalaman tersebut, tidak ada landasan bagi pengetahuan.¹² Hal ini menggarisbawahi bahwa pemahaman manusia selalu berakar pada pengamatan atau data empiris.
Meskipun Q.S Al-Baqarah ayat 31 tidak langsung menjelaskan secara spesifik tentang pengalaman, konsep bahwa Adam perlu diajari nama-nama benda menunjukkan bahwa pemahaman atas dunia juga memerlukan suatu bentuk "perkenalan" atau "interaksi" dengan objek-objek tersebut.³ Oleh sebab itu, tanpa perkenalan atau pengajaran ini, Nabi Adam tidak akan memiliki pemahaman yang jelas tentang dunia sekitarnya.
2. Keterbatasan Pengetahuan Manusia yang Mesti Dilengkapi
Baik empirisme David Hume dan John Locke maupun Q.S Al-Baqarah ayat 31 sama-sama mengakui adanya keterbatasan dalam kapasitas manusia untuk mengetahui segala hal.¹²³