Lihat ke Halaman Asli

Fajrin Bilontalo

Mahasiswa Universitas Gorontalo

Anak Tunggal Juga Manusia

Diperbarui: 21 Oktober 2024   04:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: Beju

Menjadi anak tunggal bukan hanya soal menjadi satu-satunya penerus harapan, tetapi juga beban tak terlihat yang harus dipikul sendiri tanpa pilihan. 

Orang-orang di sekitar mereka, mungkin melihatnya sebagai keistimewaan, karena segalanya seolah-olah tercurahkan padanya, perhatian, kasih sayang, bahkan ekspektasi. Namun, di balik itu, ada aturan tak tertulis yang harus dipatuhi: anak tunggal dilarang menangis, apalagi mengeluh.

Mereka sering dianggap kuat, tak boleh mengeluh, apalagi menunjukkan sisi rapuh. Kehidupan sosial menanamkan anggapan bahwa tangis adalah tanda kelemahan, dan kelelahan adalah hal yang seharusnya tak dirasakan oleh mereka yang 'diistimewakan'.

Tetapi, siapa yang sebenarnya mendengarkan suara batin mereka? Di mana tempat untuk sekadar merasa lelah, tanpa disalahpahami?

Di balik senyum yang dipaksakan dan tawa yang terdengar keras, ada saat-saat sunyi di mana kesendirian menampar lebih keras daripada beban harapan. 

Anak tunggal dituntut harus menyelesaikan banyak hal sendiri, menjadi dewasa lebih cepat dari yang seharusnya. Namun, tak pernah ada ruang bagi mereka untuk sekadar berhenti sejenak, apalagi menangis. Mereka dituntut menjadi tangguh, karena tak ada yang lain untuk diandalkan.

Namun, benarkah air mata adalah musuh? Benarkah kelelahan adalah dosa? Pada akhirnya, anak tunggal pun tetap manusia. 

Mereka berhak merasa lelah, berhak untuk sesekali mengeluh, karena kekuatan sejati bukanlah kemampuan untuk terus-menerus bertahan tanpa jeda, melainkan kebijaksanaan untuk mengerti kapan harus berhenti, kapan harus membiarkan hati bernapas.

Menangislah, jika perlu. Rasakan lah kelelahan itu, karena di dalamnya ada pelajaran penting: bahwa dirimu berharga bukan karena kamu selalu kuat, melainkan karena kamu punya keberanian untuk mengakui bahwa kadang, kamu juga lelah.

Penulis: Beju, Gorontalo (21/10/2024)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline