Lihat ke Halaman Asli

Fajrin Bilontalo

Mahasiswa Universitas Gorontalo

Rasa Takut di Balik Batuk Ayahku

Diperbarui: 19 Oktober 2024   03:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di balik setiap batuk ayahku, ada sesuatu yang menyusup ke dalam dadaku, menggumpal jadi rasa takut yang tak mau pergi. 

Suara batuknya bukan lagi sekadar deru kecil yang memecah sunyi malam, tapi sebuah pengingat akan waktu yang terus berjalan, membawa bayang-bayang rapuh yang kian dekat. 

Setiap kali ia terbatuk, ada detak tak biasa di hatiku, seperti lonceng yang berdentang pelan di sudut sepi, menandakan sesuatu yang tak ku mengerti, tapi bisa kurasakan: sebuah ketakutan akan kehilangan.

Awalnya aku menganggap batuknya hanya perkara sepele, sesuatu yang bisa hilang begitu saja dengan obat atau istirahat. Namun, di balik setiap batuk itu, ada bisikan lain yang lebih dalam, lebih gelap. 

Seolah tubuhnya sedang berbicara tanpa suara, memberi tahu tentang sesuatu yang tak bisa dihindari. Dan aku tak siap. Bagaimana bisa siap? Rasa takut di dadaku berlipat setiap kali suaranya pecah di tengah malam, setiap kali aku mendengar nafasnya yang tertahan.

Penyakit batuk ayahku bukan hanya serangkaian suara yang terlempar ke udara, tetapi tanda yang menakutkan tentang kerentanan hidup. 

Di balik setiap batuknya, ada rasa takut yang terus tumbuh dalam diriku, merayap pelan-pelan, mengingatkan bahwa waktu tak pernah benar-benar bisa kita genggam.

Penulis: Beju, Gorontalo (19/10/2024)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline