Di batas langit yang dilumuri warna jingga, cinta yang dahulu utuh kini retak perlahan. Seperti senja yang meredup di cakrawala, langkah terasa berat di ambang ketidakpastian.
Angin yang datang membawa serpihan kenangan, seolah mengingatkan betapa indahnya benang-benang harapan yang pernah dirajut.
Namun, retakan ini bukanlah akhir. Ia adalah celah yang harus disulam dengan sabar, benang demi benang, seakan mencari kembali setiap makna yang sempat hilang.
Dalam retakan itu, tersimpan pelajaran bagaimana setiap luka bisa diubah menjadi kekuatan, setiap goresan menjadi motif yang indah.
Senyap menyelimuti, seperti jarum yang perlahan menjahit helai perasaan yang pernah terkoyak.
Tanpa tergesa-gesa, seiring senja yang tak pernah datang dengan terburu-buru, cinta itu perlahan dirapikan, menyisakan ruang untuk pemahaman yang lebih dalam.
Di ujung senja ini, cinta mungkin tak lagi sempurna. Namun, dengan setiap sulaman, harapan tetap hidup. Meski tak lagi seperti dulu, cinta yang tersulam dari retakan itu akan tetap bertahan di ufuk senja, tempat di mana setiap hati belajar kembali merangkai hidup yang baru.
Penulis: Fajrin Bilontalo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H