Lihat ke Halaman Asli

Jejak Sebuah Pilihan di Persimpangan Jalan

Diperbarui: 2 Oktober 2024   02:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: Kristin Samah

Dalam perjalanan yang panjang, aku dan sahabatku tiba di tepi persimpangan jalan setapak yang membelah hutan kecil. Matahari perlahan-lahan mulai tenggelam di balik pepohonan, memberikan sinar keemasan yang melukis bayang-bayang panjang di tanah. 

Kami berdua sudah berjalan jauh sejak pagi, menempuh berbagai rintangan dengan penuh semangat. Namun, kini di hadapan kami ada sebuah pilihan; dua jalan yang sama-sama berliku, namun menuju arah yang berbeda.

"Menurutmu, ke arah mana kita harus pergi?" tanya sahabatku sambil mengusap peluh di dahinya. Keringat di wajahnya mencerminkan rasa lelah sekaligus kebingungan. Jalan di sebelah kiri tampak teduh dengan deretan pohon rindang, sementara jalan di sebelah kanan menanjak curam dan penuh dengan batu-batu besar.

Aku memandangi kedua jalan itu sejenak sebelum menatapnya. "Kita harus berpikir dengan bijak. Kadang, jalan yang terlihat mudah justru membawa kita ke arah yang salah."

Saat kami sedang berdiskusi, datanglah seseorang dari kejauhan. Ia tampak santai, seolah-olah persimpangan ini bukan masalah baginya. "Kenapa kalian masih di sini?" tanyanya dengan nada ringan. "Jalan ke kiri itu jelas pilihan yang paling masuk akal. Teduh, mudah, dan sepertinya akan membawa kalian cepat sampai."

Aku menatapnya dengan rasa curiga. "Kau yakin? Bukankah kita harus berhati-hati? Tidak selalu jalan yang tampak mudah adalah yang benar."

Dia tertawa kecil, "Kalian terlalu banyak berpikir. Kadang, jalan pintas adalah solusi terbaik. Kalau terlalu lambat, kalian akan tertinggal jauh di belakang."

Sahabatku mulai ragu. "Mungkin dia benar. Kita sudah terlalu lelah. Kenapa tidak mengambil jalan yang lebih mudah?"

Namun, aku tetap teguh pada pendirianku. Aku teringat pesan dari seorang kawan lama, yang selalu menasihati untuk tidak mudah terpengaruh oleh kesan pertama. "Kita harus berhati-hati di setiap persimpangan. Jalan yang tampak mudah bisa jadi jebakan," ujarku.

Dengan keraguan yang masih tersisa, sahabatku akhirnya setuju mengikuti saranku. Kami memutuskan untuk mengambil jalan yang lebih menantang di sebelah kanan. Orang yang tadi, dengan senyum sinis, memilih jalan kiri dan meninggalkan kami.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline